Calon Arang: Kritik Pada Patriarki

Tatiana Arianne Raisa
Artikel oleh : Tatiana Arianne Raisa
Foto oleh : Tatiana Arianne Raisa
Pin It

Cerita yang dikarang pada taun 1462 Saka asal Bali ini sudah berkali-kali ditulis ulang oleh berbagai penulis seperti Pramoedya Ananta Toer dan Toeti Heraty serta disadur menjadi drama tari dan film layar kaca. Calon Arang memperlihatkan bahwa pengaruh-pengaruh kepercayaan kuno tidak terlampau terikat pada kepercayaan Hindu-Jawa pada masanya.

 

Cerita ini mengisahkan tentang Calon Arang, seorang janda penguasa ilmu hitam yang memiliki seorang anak perempuan yang rupawan bernama Ratna Manggali. Meskipun Ratna Manggali sudah menginjak umur 25 tahun, tidak ada yang berani mempersuntingnya, dikarenakan semua orang takut dengan Calon Arang yang dikenal sebagai perempuan tua yang jahat. Hal ini membuat Calon Arang murka sehingga ia memohon kepada Dewi Durga agar dapat menyebarkan penyakit kepada masyarakat. Raja Airlangga yang sedih dengan penderitaan yang harus ditanggung oleh rakyatnya meminta bantuan penasehatnya, Empu Baradah untuk mengatasi masalah ini. Empu Baradah lalu mengirimkan muridnya yang bernama Empu Bahula untuk dinikahkan kepada Ratna Manggali. Keduanya menikah secara mewah dengan pesta yang berlansung tujuh hari tujuh malam. Setelah menjadi suami dari Ratna, Empu Bahula mendapat banyak informasi tentang rahasia Calon Arang yang terletak di kitab yang ia bawa kemana-mana. Kitab ini Empu Bahula curi dan berikan kepada Empu Baradah untuk membunuh Calon Arang. Pertarungan antara Empu Baradah dan Calon Arang pun berlangsung sengit namun dimenangkan oleh Empu Baradah. Penyakit yang diderita oleh masyarakat pun hilang dan masyarakat kembali makmur dan damai, aman dari ilmu hitam Calon Arang.

 

Tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini merupakah tokoh-tokoh sejarah yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah kerajaan Hindu di Jawa. Seperti Empu Baradah yang merupakan seorang pujangga yang hidup pada masa Raja Airlangga yang berkuasa di Jawa Timur dari tahun 1019 hingga 1042 Masehi. Tempat yang melatari cerita inipun dikatakan berlatar pada Kerajaan Daha yang sekarang disebut Kerajaan Kediri yang ada di Jawa Timur.  Tidak diketahui pasti, siapa pengarang cerita ini, namun salinan teks Latin cerita ini berada di Belanda, dalam jurnal Bijdragen tot de Taal, Land-en Volkenkunde.

 

Sorotan negatif yang didapatkan Calon Arang dapat terlihat sebagai penggambaran diskriminasi kaum wanita. Calon Arang selalu digambarkan sebagai nenek sihir kejam dengan wajah yang mencekam dan seluruh masyarakat yang berada wilayah kekuasaan Raja Airlangga menerima akibat ilmu hitam Calon Arang. Dari penokohan Calon Arang ini, terlihat bahwa cerita ini mencerminkan kepercayaan Hindu-Jawa dan pandangan mereka terhadap perempuan. Dalam karya Pramoedya, novel Calon Arang yang ia tulis, ia mengangkat feminisme dalam hal yang berbeda. Ia menaruh tokoh utama, yaitu Calon Arang dengan penggambaran tokoh yang mempunyai kekuatan dalam meneluh dan menyakiti orang banyak serta tidak terkalahkan oleh laki-laki.

 

Cerita ini bisa dibilang menganut feminisme karena cerita ini berpusat pada dua tokoh perempuan didalamnya, yakni Calon Arang dan Ratna Manggali yang memiliki karakter bertolak belakang. Calon Arang yang sakti dan tak terkalahkan sedangkan sang anak Ratna Manggali yang cantik, lemah lembut namun tak berdaya atas kekuatan ibunya. Cerita ini juga diyakini berasal dari dendam perempuan terhadap laki-laki. Calon Arang semakin membenci laki-laki saat tidak ada yang menikahi Ratna Manggali, membuatnya murka. Faktor feminisme dalam cerita ini namun sangat terlihat ketika Ratna Manggali harus memilih antara suaminya Empu Bahula atau ibunya sendiri. Empu Bahula menyuruhnya mengambil kitab ibunya untuk mengalahkan Calon Arang dan Ratna tidak berdaya akan permintaan suaminya. Saat inilah terlihat bahwa perempuan tidak bisa menentang perintah suaminya dan mengorbankan ibunya sendiri. Dalam cerita ini juga meskipun Calon Arang sangat sakti, ia pada akhirnya kalah dari lelaki, Empu Baradah. Sistem patriarki yang dianut oleh Hindu terasa kental dalam cerita ini: sebagaimanapun perempuan melakukan perlawanan tetapi lelaki akan lebih mendominasi. 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos