Srikandi: Pesan Emansipasi

Abednego Kurniawan Sigit
Artikel oleh : Abednego Kurniawan Sigit
Foto oleh : Abednego Kurniawan Sigit
Pin It

Wanita adalah kekuatan. Wanita adalah penopang. Wanita adalah penuh kasih. Wanita adalah lemah lembut. Kita bisa mendeskripsikan wanita sebagai apapun dalam kiasan yang positif. Emansipasi wanita telah beranjak di Indonesia terkhusus saat kata-kata ini dilontarkan – “Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang” – oleh R. A. Kartini.

Jaman sekarang, seringkali kita menemukan peran penting dari figur wanita. Entah itu berbentuk kepemimpinan, sosial atau prestasi. Wanita menjadi inspirasi yang tak hanya untuk kaum hawa melainkan juga kepada kaum adam. Terbalik adanya jika kita melihat pada cerita Mahabrata dimana peran wanita tampak selalu dipojokan yang kemudian terkesan menjadi sosok yang lemah dan selalu harus mengalah kepada pria. Dalam hal ini, patriarki sangat di kedepankan dalam bayangan bagaimana sosok-sosok wanita selayaknya pada jaman itu. Namun, ada satu karakter dimana ia bisa mematahkan stereotip. Srikandi namanya, yang secara harfiah, kata penyebutan dalam sansekerta Śikhandin atau Śikhandini ini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".

Terkisah pada zaman dahulu kala, Srikandi, putri Prabu Drupada dari Kerajaan Pancala, berlatih memanah dengan Arjuna di Taman Maduganda. Di sela-sela latihan, keduanya terbalut buaian asmara.

Dewi Drupadi yang datang ke Taman Maduganda mengetahui yang dilakukan Srikandi dan Arjuna di taman itu. Ia menyampaikan kisah ini kepada Dewi Wara Sembadra serta istri Arjuna yang lain.

Para istri Arjuna berbondong-bondong datang ke Taman Maduganda. Arjuna yang semula pamit pergi bertapa akhirnya bertemu dengan istri-istrinya. Kebohongannya terkuak. Sementara itu, Arjuna yang meminta Ki Lurah Semar dan para punakawan untuk tidak bercerita kepada siapa pun tentang aktivitasnya di Taman Maduganda akhirnya marah. Semar sama sekali tak takut dan justru memberikan wejangan kepada Arjuna, memperingatkan bahwa kedekatannya dengan Srikandi melukai hati istri-istrinya.

Perilaku Arjuna tak hanya menyulut amarah para istri dan Ki Lurah Semar, tetapi juga saudara Pandawa lainnya. Prabu Puntadewa sampai menyuruh Bima menyeret Arjuna ke Sri Manganti atau penjara.

Dalam situasi yang rumit, Prabu Kresna tampil sebagai penengah. Arjuna dikeluarkan dari penjara dan Kresna mengajak Pandawa pergi ke Kerajaan Pancala untuk meminang Srikandi.

Srikandi bukan perempuan biasa. Ia tak mau begitu saja dipinang Arjuna. Ia mau dilamar asalkan ada perempuan prajurit yang bisa mengalahkannya memanah. Maka, tampil Dewi Larasati yang mampu mengalahkan Srikandi. Perkawinan Arjuna dengan Srikandi memiliki visi ke depan. Kelak di peperangan Bharatayudha, Kerajaan Pancala dengan jumlah prajuritnya yang banyak memberi kekuatan kepada Pandawa. Dalam perang besar Bharatayuda, Srikandi menjadi Senopati Pandawa, serta sukses membunuh panglima perang Korawa, Bhisma. Sebenarnya Srikandi bukan  lawan setara Bhisma yang sakti. Namun sekelebat Bhisma melihat bayang Dewi Amba, wanita yang dicintainya dan dibunuhnya saat masih muda, hingga tak sadar panah Srikandi telah menembus jantungnya. Selesai perang besar Bharatayuda, Srikandi yg tidak mempunyai anak itu tewas dibunuh Aswatama yang menyelusup diam-diam ke perkemahan Pandawa.

Sosok Srikandi dapat menjadi simbol emansipasi sebagai karakter yang asal-usulnya sangat tradisional karena datang dari nilai-nilai budaya Indonesia, khususnya dalam dunia pewayangan. Tak hanya itu, Srikandi juga patut menjadi contoh bagi semua orang untuk semangat untuk terus-menerus menimba ilmu. Ia membuktikan bahwa menjadi wanita bukan merupakan suatu halangan, melainkan kekuatan yang sangat dahsyat.

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos