Kesenian Jaranan

Gabriella Astiti Harsanti
Artikel oleh : Gabriella Astiti Harsanti
Foto oleh : Gabriella Astiti
Pin It

Mungkin orang-orang selama ini hanya tahu nama populernya saja, yaitu Kuda Lumping. Saya pun sebelumnya tidak memiliki banyak pengetahuan tentang kesenian satu itu. Pun yang saya tahu adalah adegan penari sambil menunggangi kuda mainan dari anyaman bambu. Lalu, yang saya tahu Kuda Lumping identik dengan makan belingnya atau makan kaca. Memang Kuda Lumping adalah sebuah kesenian rakyat yang memang mempunyai unsur magis nya.

Nama lain dari Kuda Lumping adalah Jaranan atau Jathilan atau Jaran Kepang. Kesenian ini sangat terkenal di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jaran sendiri artinya adalah kuda. Kesenian ini memang berasal dari kalangan rakyat bawah bukan kalangan ningrat. Mereka dahulu sangat menginginkan kuda sebagai hewan dan alat transportasi yang kuat, seperti mereka yang dari kalangan ningrat. Tetapi karena tidak mampu, maka terciptalah kesenian itu.

Selama ini saya pun tidak pernah melihat Jaranan secara langsung, ataupun iseng melihat videonya. Pengetahuan yang saya miliki di awal murni karna cerita-cerita dari orang. Kesempatan itu akhirnya datang ketika saya berkunjung ke Kediri untuk menghadiri sebuah acara dengan misi kebudayaan, yaitu Kediri Bertutur.

Kediri Bertutur sendiri menghadirkan kembali tarian yang mengkisahkan cerita panji antara Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun. Tariannya dimainkan secara kolaborasi langsung oleh warga desa Sonoageng dengan desa Kawi, Mojoroto, Kediri. Acara Kediri Bertutur sendiri memang dilaksanakan di tengah desa Sonoageng, Prambon, Nganjuk. Para penari menari dengan beralaskan tanah dengan diiringi oleh gamelan kenong, gong, gendang dan seruling khas jaranan. Malam itu setelah menunggu hujan yang sangat deras, akhirnya cahaya dari beberapa lampu sorot dan obor menerangi sekitar pekarangan tempat pentas. Musik yang kembali mengalir langsung mengundang penduduk desa untuk berbondong-bondong melihat pentas. 

Tua, muda, anak kecil sampai dewasa, serta beberapa tamu undangan, semua turut menikmati pentas dari Kediri Bertutur. Setelah tarian, acara dilanjutkan dengan penampilan Plenthe Percussion dari Surakarta. Sebuah pertunjukan perkusi kendang dan jimbe yang mengiringi sebuah tembang dan dibungkus dengan gerakan gaya kontemporer. Lalu, masuklah kita ke acara yang ditunggu-tunggu satu warga desa Sonoageng, Jaranan.

Pentas dibawakan oleh dua orang pria yang menggunakan topeng seram penthulan dan juga dua orang lainnya yang menjadi barongan. Dua orang yang memakai topeng penthulan nampak sangat energik. Mereka terlihat saling berinteraksi dan beradu kekuatan. Kabarnya para pemain ini memang menari untuk berkonsentrasi dan mengosongkan diri, sehingga kehilangan kesadaran dengan maksud agar mencapai titik ndadi.  Sebuah istilah bahasa Jawa yang menggambarkan seseorang tengah diisi oleh alam kesadaran atau energi alam lain atau bentuk bersatunya roh halus dengan tubuh manusia . Alunan musik yang cenderung statis juga membantu para pemain untuk secara perlahan memasuki tahap trance.

 Screen_Shot_2015_04_30_at_11.05.19_PM.png

Satu persatu para pemain mencapai tahap ndadi. Mereka sempat terdiam sesaat sembari didatangi gambuhnya. Setiap pemain punya gambuhnya sendiri yang memiliki kemampuan untuk mengembalikan penari ndadi kembali ke kesadaran penuh. Mantra yang dibacakan oleh juru gambuh merupakan mantra yang minta perlindungan Tuhan yang Mahakuasa serta danyang yang ditempati di tempat pertunjukkan. Setelah terdiam sesaat, mereka kembali menari dengan tarian yang lebih statis. Saat itu, dari empat pemain yang ndadi, hanya satu yang paling sakti. Ia sanggup untuk memakan bara dan menempelkan api di badannya tanpa terbakar sedikitpun. Setelah itu, pria dengan roh tersakti menantang lainnya untuk adu kekuatan. Hal ini memang menjadi tujuan pertunjukan Jaranan pada umumnya, adu kesaktian di tengah tahap ndadi.

 Salah satu pemain sedang dibantu oleh pawangnya untuk mencapai tahap ndadi

Untuk mencapai proses ndadi memang tidak mudah. Sebelum pentas para pemain diharuskan menjalani puasa selama 7 hari dan tetap beribadah. Selain itu, menyediakan sesaji berupa kembang, jajanan pasar, dan juga kemenyan. Hal yang terpenting lainnya adalah mempersiapkan roh yang akan memasuki raga penari di hari pentas.

Malam itu, tidak ada satupun penonton yang ketakutan, sekalipun itu anak-anak. Mereka sangat antusias menikmati pentas Jaranan yang berlangsung lama. Hal ini merupakan sesuatu yang baru dan menakjubkan bagi saya untuk menonton pertunjukan ini secara live. Orang-orang yang masih menjalani kesenian rakyat ini tentulah mempunyai kesaktian seperti nenek moyang jaman dahulu. Melihat langsung orang yang mampu berinteraksi dengan roh, meyakinkan saya akan alam lain yang juga berdampingan dengan alam kita sendiri.

Pertunjukan Jaranan yang cukup lama akhirnya selesai dan tiga pemain lainnya sudah kembali normal walaupun mereka kelelahan. Hanya tinggal satu pemain dengan roh tersakti yang proses pemulihannya cukup memakan waktu yang lama. Masa kini, pentas Jaranan sudah berkembang sesuai perkembangan jaman. Tujuan awal dari pentas Jaranan sejak dulu memang untuk hiburan. Namun, Jaranan umumnya saat ini tidak lagi menggunakan proses ndadi, hanya tariannya saja yang diberi inovasi dan lebih meriah. Bisa dibilang, pentas Jaranan dengan menampilkan kekuatan magis sudah jarang dan menjadi kehormatan bagi saya bisa menyaksikan kesenian ini masih lestari.

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos