KE DI RI

Kandi Windoe
Artikel oleh : Kandi Windoe
Foto oleh : Kandi Windoe
Pin It

“What’s in a name?” itu adalah pertanyaan yang sederhana akan tetapi sangat terbuka penuh makna. Kata KEDIRI bisa berbentuk KE DIRI dimana pemahaman menjadi “kembali ke diri sendiri.” Suatu perjalanan mengolah kembali mata hati. Mata hati adalah mata yang terdapat di dalam hati. Mata hati yang sehat adalah dimana seseorang bisa melihat keagungan Gusti Allah dan Alam Semesta. Mengolah mata hati adalah upaya secara batin untuk bisa mendekatkan hati dengan esensi sang Mahapencipta.

Kata KEDIRI bisa juga ditulis seperti ini: KEDI RI. Ada yang berpendapat bahwa nama KEDIRI berasal dari kata “KEDI” yang memiliki arti “MANDUL” atau “wanita yang tidak berdatang bulan.” Menurut kamus Jawa Kuno Wasito, “KEDI” bermakna “orang kebiri bidan atau dukun.” Ada juga yang menyatakan bahwa Dewi Kilisuci yang bertapa di Gua Selomangkleng itu “KEDI” yang miliki makna “SUCI.” Dengan penuh kesadaran Dewi Kilisuci memilih untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pertapa. Kesunyian Gua Selomangkleng (Kediri) dan Pucangan (gunung Penanggungan) lebih menarik perhatian sang Putri daripada memilih hiruk pikuk keduniawian sehingga menolak tawaran untuk menggantikan Prabu Airlangga menjadi ratu di Kahuripan.

401465_2641231264326_796790303_n.jpg 391918_2641238504507_1180603008_n.jpg

383247_2648072115343_253139216_n.jpg 

382653_2641322906617_1043571428_n.jpg

Dalam bahasa Jawa Jumenengan, kata KEDIRI berasal dari kata “DIRI” yang berarti ADEG, ANGDHIRI, menghadiri atau, menjadi RAJA. Ada beberapa prasasti yang menyebutkan kata Kediri atau Kadiri. Dalam Prasasti Ceker tahun 1109 saka / 1185 M berlokasi di Desa Ceker (sekarang adalah Desa Sukoanyar, Kecamatan Mojo), menyebutkan bahwa penduduk Ceker berjasa kepada Raja, sehingga mereka semua memperoleh hadiah, “Tanah Perdikan” (tanah bebas pajak).  Disitu tertulis bahwa, “Sri Maharaja masuk Ri Siminaninaring Bhuwi Kadiri" yang memiliki arti “raja telah kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi Kadiri.”   Prasasti Ceker merupakan anugerah raja kepada penduduk desa Ceker yang telah mengabdikan dirinya guna kemajuan kerajaan dibawah Sri Kameswara.

Prasasti Kamulan di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek pada tahun 1116 saka menyebutkan nama Kediri, yang diserang oleh raja dari kerajaan sebelah timur, “Aka ni satru wadwa kala sangke purnowo," sehingga raja meninggalkan istananya di Katangkatang ("tatkala nin kentar sangke kadetwan ring katang-katang deni nkir malr yatik kaprabon sri maharaja siniwi ring bhumi kadiri"). Menurut salah satu tim peneliti dari Universitas Negeri Malang, Muzakir Cahyono, "Kami menduga daerah Kamulan dulunya adalah tanah pardikan, semacam desa yang diberi anugerah (hak otonomi) oleh Raja Kertanegara atau Srengga pada masa Kerajaan Kadiri akhir." "Prasasti Kamulan identik dengan prasasti-prasasti Srengga (Srengga Lancana) lain yang tersebar di wilayah wilayah selatan Sungai Brantas seperti Blitar, Kediri, Tulungagung dan Trenggalek. Prasasti itu penanda anugerah raja Srengga untuk desa-desa yang diberi status sebagai tanah pardikan dan diberi hak mengelola pajak sendiri," terangnya.

Menurut penelitian para ahli lembaga Javanologi seperti Bapak MM. Sukarton Kartoatmojo, adanya penyebutan nama Kadiri ada pada tiga prasasti Harinjing yang berada di Desa Siman, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri yakni  Prasasti Harinjing A tertanggal 25 Maret 804 masehi,  prasasti Harinjing B tertanggal 19 September 921 dan Harinjing C tanggal 7 Juni 1015 Masehi. Isi dari ketiga prasasti Harinjing adalah mengenai tokoh dari desa Culanggi bernamakan Bagawanta Bhari yang memperoleh anugerah tanah perdikan dari Raja Rake Layang Dyah Tulodong. Kiprah Bagawanta Bhari ketika itu, yaitu upaya untuk menyelamatkan lingkungan dari amukan banjir tahunan yang mengancam daerahnya tersebut.


prasasti_harinjing1.jpg


Sumber foto:  https://jawatimuran.wordpress.com/2012/02/21/prasasti-kabupaten-kediri/

Ketekunan tanpa mengharap rasa pamrih inilah yang membuat dirinya dijadikan sebagai panutan masyarakat di waktu itu. Dirinya memperoleh gelar kehormatan "Wanuta Rama", yaitu ayah yang terhormat atau Kepala Desa  dan tidak dikenakan berbagai macam pajak (Mangilaladrbyahaji) di daerah yang dikuasai Bagawanta Bhari, seperti Culanggi dan Kawasan Kabikuannya. Pembebasan atas pajak itu antara lain berupa "Kring Padammaduy" (Iuran Pemadam Kebakaran), "Tapahaji erhaji" (Iuran yang berkaitan dengan air), "Tuhan Tuha dagang" (Kepala perdagangan), "Tuha hujamman" (Ketua Kelompok masyarakat), "Manghuri" (Pujangga Kraton), "Pakayungan Pakalangkang" (Iuran lumbung padi), "Pamanikan" (Iuran manik-manik, permata) dan masih banyak pajak lainnya.

prasasti-siman1_1.jpg 

Sumber foto:  https://jawatimuran.wordpress.com/2012/02/21/prasasti-kabupaten-kediri/

Menurut M.M. Soekarton Kartoadmodjo prasasti Harinjing A adalah prasasti yang ditemukan paling tertua yang menyebut nama Kediri pada Maret 804 Masehi. Saat tersebut Kediri mulai disebut-sebut sebagai sebuah negara atau kerajaan karena merupakan daerah yang mandiri.

Dalam prasasti Harinjing juga disebutkan pembangunan sistem irigasi (yang terdiri atas saluran dan tanggul) yang disebut dawuhan pada anak sungai Kali Konto, yakni Kali Harinjing (Lombard, 2000). Kesuburan tanah sekitar sungai Brantas disebabkan adanya endapan material vulkanik dari beberapa gunung berapi yang aktif di bagian hulu sungai, yaitu Gunung Kelud dan Gunung Semeru. Beberapa kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Timur berkembang pada kondisi geografis yang didukung sungai Brantas tersebut yang juga didukung oleh peranan aktivitas Gunung Penanggungan. Sistem ekonomi kerajaan-kerajaan seperti Kediri, Singhasari, dan Majapahit yang mencakup perdagangan pun lebih diuntungkan dengan akses penghubung yang lebih cepat dan aman antara daerah pedalaman dengan pesisir. Dengan perkembangan tersebut, maka beralihlah sistem agraris ke maritim. Namun, kerajaan Majapahit mampu memadukan keunggulan agrarisnya dan memperluas kekuatan maritimnya dengan memanfaatkan sungai Brantas sebagai penghubung ke laut lepas. Dengan adanya jalur tersebut, penerapan bea cukai dan upeti pun marak dilakukan ketika masa kerajaan Kediri hingga Majapahit. Dari beberapa perkembangan tersebut mengakibatkan munculnya kejayaan kerajaan Majapahit yang bertumpu pada sungai Brantas.

Picture3_1.png 

Sumber visual:  http://mari-mengetahui-sejarah.blogspot.com/2014/11/sejarah-kabupaten-kediri.html dari tulisan makalah: Arti Penting Sungai Brantas terhadap Kehidupan di Jawa Timur, Nama:  Zulkifli Pelana

Picture2.png

Sumber visual:  http://mari-mengetahui-sejarah.blogspot.com/2014/11/sejarah-kabupaten-kediri.html dari tulisan makalah: Arti Penting Sungai Brantas terhadap Kehidupan di Jawa Timur, Nama:  Zulkifli Pelana

 

Nama Kediri berasal dari kata "diri" yang berarti "adeg" (berdiri) yang mendapat awalan "Ka" yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti "Menjadi Raja." Dari uraian bukti prasasti serta kebesaran sejarah kerajaan Kediri hingga Majapahit diatas, makna kata Kediri memiliki makna mandiri atau berdiri tegak, berkepribadian atau berswasembada.

Belajar dari ketekunannya Bagawanta Bhari yang berupaya menyelamatkan lingkungan dari amukan banjir tahunan yang mengancam daerahnya tanpa mengharap rasa pamrih serta belajar dari sejarah, kehidupan serta budaya, dan ajaran-ajaran norma serta kearifan lokal dari leluhur moyang Nusantara, sangatlah cocok kata KE DI RI memiliki makna yang multidimensi.

Dalam perjalanan ke diri adalah jejak langkah mengasah mata hati. Dalam ilmu Jawa dikatakan bahwa jiwa tunduk pada keraping rahsa/rasa sejati (kehendak Guru Sejati/kehendak Tuhan), serta meredam rahsaning karep (kemauan hawa nafsu negatif). Segenap upaya yang mendukung proses ‘penundukan’ unsur Tuhan terhadap unsur bumi dalam khasanah Jawa disebut sebagai laku prihatin. Maka di dalam khasanah spiritual Kejawen, laku prihatin merupakan syarat utama yang harus dilakukan seseorang menggapai tingkatan spiritualitas sejati. Kembali mengakar, kembali kesejatian diri. KEDIRI

 

Narasumber:

http://www.kedirikab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=93&Itemid=180

http://vod.kompas.com/read/2012/01/21/070528/Harinjing.Kisah.Sudetan.Tertua

http://www.antaranews.com/berita/426522/peneliti-temukan-pemukiman-kuno-di-trenggalek

http://swetadwipa.blogspot.com/2014/04/goa-selomangleng-kadiri-pertapaan-dewi.html

https://jawatimuran.wordpress.com/2013/06/16/dewi-kilisuci-dan-kesunyian-selomangleng/

https://m.facebook.com/notes/kediri-lama-pusaka-negara/sejarah-dan-asal-mula-hari-jadi-kediri-25-maret-804-m/497905535577/

http://mari-mengetahui-sejarah.blogspot.com/2014/11/sejarah-kabupaten-kediri.html

tulisan makalah: Arti Penting Sungai Brantas terhadap Kehidupan di Jawa Timur, Nama:  Zulkifli Pelana, NIM:  4415120305,  Prodi:  Pendidikan Sejarah, Matkul:  Geografi Sejarah

https://jawatimuran.wordpress.com/2012/02/21/prasasti-kabupaten-kediri/

 

 

 


Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos