Santiswara Larasmadya : Indahnya Senandung Doa

Foto oleh : Stefanus Ajie
Pin It

Menyenandungkan_Doa.jpg

Santiswara Pakumpulan,  (Laras Slendro, Pathet Songo)

Kawiwitan kanthi nyebut Asma Gusti,

Allah ingkang Maha Asih

Ingkang agung pengwasanane mring kawula

Hamung Allah ingkang pantes dipun sembah

Datan wonten ingkang saged hanandhingi

Ayem tentrem njoring batos

Sami nindakke agami

Mangga kanthi tuhu

Sumuyut ing ngarso Robbi

 

(Terjemahan)

Dimulai dengan menyebut nama Tuhan,

Allah yang Maha Pengasih

Yang maha besar kekuasaanNya terhadap makhlukNya

Hanya Allah yang pantas disembah

Tidak ada yang menyamaiNya

Damai sejahtera di dalam hati

Karena menjalankan agama

Mari dengan sungguh-sungguh

Mengabdi kepada Allah.

 Syair_Tembang_berisi_Doa_dan_Petuah_Agama.jpg   Syair tembang berisi doa dan petuah agama 

Untaian syair-syair indah tetembangan jawa, mengalun dengan khidmat di malam itu.  Syair indah tersebut berisikan doa-doa dan petuah-petuah bijak di jalan agama. Nada-nada indah mengiring lantunan dari segala sembah dan puji bagi keagungan Allah, serta Sholawat bagi Sang Nabi Muhammad.  Senandung doa-doa tersebut, berpadu secara harmonis dengan seperangat kecil gamelan yang terdiri dari Kemanak, Kendang dan Trebang. Denting ritmis suara Kemanak yang menggema pelan bersaut-sautan dengan suara rancak dari alat musik Trebang, sementara itu Kendang hadir menyisip di antara jeda suara Kemanak dan Trebang sebagai pengatur tempo serta tekanan. Gabungan dari ketiga alat musik tersebut memberikan nuansa yang hening, sakral  dan magis. Ketika dipadukan dengan lantunan lembut tembang Macapat dengan syair-syair yang bertemakan religi, Santiswara Larasmadya  tidak hanya sekedar indah untuk dinikmati, namun mampu menghadirkan suasana meditatif yang menyejukkan hati pendengarnya.

Kemanak_si_pengatur_ritme.jpg   Kemanak berfungsi mengatur ritme 

Santiswara  mempunyai arti  doa (santi)  dengan senandung lagu atau suara (swara). Larasmadya berarti irama (laras) yang bersahaja (madya), dengan demikian Santiswara Larasmadya mempunyai  arti sebagai doa yang dilantunkan dalam senandung lagu dalam irama yang bersahaja. Bersahaja dalam hal ini mengacu pada kesederhaan penyajiannya.  Berbeda  dengan sajian  seni karawitan pada umumnya yang memakai  beragam jenis gamelan lengkap, Santiswara Larasmadya hanya menggunakan tiga instrument dasar sebagai pengiring tetembangannya, yaitu Kemanak, Trebang dan Kendang. Kadang dalam pementasan tertentu digunakan juga gamelan sejenis Slenthem, Gender dan Gong sebagai variasi semata.  Kesenian  ini muncul  di era pemerintahan Paku Buwana ke-V disekitar abad ke 17-18 Masehi. Sejarah awal kesenian Santiswara terdokumntasikan dalam  Serat Wedhapradangga karya R.Ng. Pradjapangrawit yang berisi tentang sejarah gamelan dan gendhing-gending jawa.  Penambahan  jenis tetembangan Larasmadya muncul  pada saat pemerintahan Paku Buwana ke-X. Baik Santiswara maupun Larasmadya tidak ada perbedaan dalam segi irama di antara keduanya. Yang membedakan yaitu dalam Santiswara teks tetembangan menggunakan  syair-syair Sholawat sedangkan tembang dalam  Larasmadya diambil dari teks Macapat sepeti Pocung, Mijil, Gambuh, Kinanthi,  Dhandhangula, dll.  Dalam pementasannya, baik  Santiswara maupun Larasmadya dipentaskan tanpa ada pemilahan tertentu, oleh karena itu kesenian ini pun mempunyai satu penyebutan tunggal yaitu Santiswara Larasmadya.

Penabuh__Trebang___Alat_musik_sejenis_Rebana.jpg   Penabuh 'trebang', alat musik sejenis rebana 

Malam itu, keindahan lantunan Santiswara Larasmadya bergaung dari sebuah kampung kecil di tepian Bengawan Solo. Sebuah kampung yang bernama Kaplingan, yang terletak di Kecamatan Jebres, Surakarta. Kelompok Kesenian Santiswara Larasmadya ini diberi nama Wening Ati yang mempunyai arti “Hati yang Tenang”. Kelompok ini berdiri sejak tahun 1996, diprakarsai oleh Waluyo Sastro Sukarno, seorang dosen ISI Solo yang juga merupakan warga dari Kampung Kaplingan. Minimal sekali dalam seminggu, mereka berlatih memainkan Santiswara Larasmadya di Pelataran Masjid atau bergilir di rumah-rumah warga setempat.  Kesenian ini berhasil  merekatkan warga Kampung Kaplingan dalam sebuah wadah kegiatan budaya yang positif. Selain sebagai wahana menyebaran nilai-nilai mulia spiritual  Islam,  kelompok Santiswara Larasmadya Wening Ati juga merupakan sebuah usaha rintisan untuk menjaga kelestarian kesenian yang makin langka di tanah kelahirannya sendiri, di Kota Surakarta.

Pak_Waluyo__Penabuh_Kendang_Sekaligus_Pimpinan_Kelompok_Santi_Swara__Wening_Ati_.jpg   Pak Waluyo, penabuh kendang sekaligus pimpinan kelompok Santiswara 'Wening Ati' 

Mengajar tanpa menggurui itulah makna yang  dapat diresapi dari kesenian Santiswara Larasmadya.  Dengan  dikemas dalam tembang-tembang indah dan diiringi alunan merdu gamelan yang menggema dengan khidmat, kesenian ini mampu menarik orang agar menyimak pesan-pesan religi yang dibawakannya dengan tanpa terpaksa. Melalui ketenangan, keindahan, keselarasan dan harmonisasi yang tercipta dari Santiswara Larasmadya, kesenian ini mengkondisikan kejernihan hati dari pendengarnya sebagai kondisi awal yang dibutuhkan oleh jiwa agar mampu meresapi pesan-pesan mulia dari ajaran agama. Sebagaimana pesan moral tentang kebaikan yang berlaku universal, keindahan musik juga mempunyai  nilai universal bagi semua kalangan, sehingga sajian Santiswara Larasmadya  mampu menembus sekat-sekat perbedaan dan bisa diterima oleh semua orang. Santiswara Larasmadya dari Kampung Kaplingan ini juga merupakan sarana yang tepat agar nilai-nilai mulia dalam Islam dapat disebarluaskan, dibagikan kepada sesama dengan cara-cara yang indah pula. Salam Kratonpedia.

 Penuh_Penghayatan.jpg   Penuh penghayatan

Rehat_Sejenak.jpg   Tak lupa singkong goreng menemani di saat rehat sejenak 

(teks dan foto : Stefanus Ajie/Kratonpedia) 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos