Benteng Baluwerti

Foto oleh : Aan Prihandaya
Pin It

 Untitled_1.jpg

 

Sudah menjadi hal yang jamak apabila istana raja atau penguasa selalu dikelilingi pagar tinggi. Pagar atau benteng ini berfungsi untuk menahan serangan musuh atau menahan akses orang yang punya kepentingan tidak baik. Intinya, pagar atau benteng  berfungsi untuk melindungi keamanan penguasa dan penghuni lingkungan dalam benteng.

Kraton Yogyakarta merupakan kediaman Sri Sultan Hamengkubuwono  dan sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Komplek keraton Yogyakarta yang dibangun pada tahun 1755 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I, dikelilingi dengan benteng yang luas jaraknya mencapi 5km persegi. Benteng ini dinamai Benteng Baluwerti, yang berarti jatuhnya peluru laksana hujan. Benteng Baluwerti dibangun atas prakarsa Pangeran Adipati Anom, putra mahkota Sultan Hamengku Buwono I, sebagai reaksi atas berdirinya benteng Vredeburg yang dibangun oleh Belanda di sebelah utara Keraton. Benteng ini kemudian disempurnakan manakala Pangeran Adipati Anom telah naik tahta menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono II.

Gerbang utama benteng berada di utara alun-alun depan keraton yang disebut Regol atau Gapura. Pada jaman dahulu, terdapat tiga lapis gapura, yaitu Gapura Gladhag sebagai gapura yang terdepan, beberapa meter ke selatan terdapat Gapura Pangurakan nJawi dan Gapura Pangurakan Lebet. Saat ini yang tersisa hanyalah gapura Pangurakan.

Selain Gapura utama, benteng ini  mempunyai pintu gerbang (plengkung) yang berjumlah lima buah, yaitu Plengkung Tarunasura yang terletak di sebelah timur Alun-alun Utara. Plengkung ini sekarang lebih dikenal dengan nama Plengkung Wijilan. Kemudian Plengkung yang terletak di sebelah timur disebut Plengkung Madyasura. Namun Plengkung Madyasura pada tahun 1812 ditutup, sehingga mendapat sebutan Plengkung Buntet (tertutup).

Yang ketiga adalah Plengkung Nirbaya, letaknya di sebelah selatan Alun-alun Selatan. Plengkung Nirbaya sekarang dikenal dengan nama Plengkung Gadhing. Kemudian plengkung yang terletak di sebelah barat disebut Plengkung Jagabaya atau Plengkung Tamansari. Yang terakhir adalah Plengkung Jagasura yang terletak di sebelah barat Alun-alun Utara. Dari kelima plengkung tersebut, yang sampai sekarang masih terlihat utuh hanya Plengkung Wijilan dan Plengkung Gadhing. Sedangkan ketiga plengkung lainnya dibongkar dan diubah bentuknya menjadi gapura biasa.

  

2.jpg 

Benteng Baluwerti berbentuk empat persegi mengelilingi kompleks Keraton dengan total jarak seluas 5 kilometer persegi. Tembok benteng setinggi 3,5 meter dan lebar antara 3-4 meter. Benteng dengan tembok setebal itu memungkinkan orang atau kereta kuda melintas di atasnya. Pada jaman dulu benteng ini dikelilingi oleh "jagang"  (parit) selebar empat meter dengan kedalaman tiga meter.

Pada setiap sudut Benteng terdapat bangunan bastion yang berfungsi sebagai tempat mengintai musuh. Bastion ini kemudian populer dengan sebutan Pojok Beteng dan kemudian biasa disingkat menjadi “Jokteng.” Ada empat bastion, namun sekarang tinggal tersisa tiga buah. Pojok beteng di sudut timur hancur pada tahun 1812, di masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II  karena serangan Inggris dalam peristiwa “Geger Sepoy” atau “Geger Spei.” 

3.jpg 

Dari ketiga bastion yang tersisa, terdapat relung-relung yang berfungsi untuk menempatkan meriam atau senjata lainnya. Terdapat pula tempat pengintaian sejumlah tiga buah. Yang berbeda hanya di Pojok Beteng Wetan atau di sudut timur selatan. Di benteng ini terdapat bangunan yang diduga saat itu menjadi gudang mesiu. Dari Pojok Beteng  Wetan ini masih terdapat tembok tebal yang utuh dan terhubung dengan Plengkung Gading.

Benteng Baluwarti saat ini bila tidak dijaga, lambat laun akan hilang karena kalah oleh pesatnya laju pemukiman penduduk. Tugas kitalah untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya ini. Tetap semangat. Salam Kratonpedia.

3_2.jpg 

5.jpg 

4.jpg 

7.jpg 

8.jpg 

9.jpg 

6.jpg 

(Teks dan Foto: Aan Prihandaya/Kratonpedia)

 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos