Jaka Tarub dan Babad Tanah Jawi

Tatiana Arianne Raisa
Artikel oleh : Tatiana Arianne Raisa
Foto oleh : Tatiana Arianne Raisa
Pin It

Salah satu cerita rakyat yang sangat dikenal di Jawa, tokoh Jaka Tarub dianggap sebagai leluhur dinasti Mataram yang dahulu menguasai politik tanah Jawa sejak abad ke-17 hingga sekarang. Kisahnya yang sangat epik dan bersifat khayal ini konon dibentuk oleh Kesultanan Mataram demi mendapatkan pengakuan dari rakyat Jawa.

Alkisah pada jaman dahulu kala di sebuah desa di pulau Jawa hidup seorang pemuda gagah bernama Jaka Tarub. Dia sangat suka berburu, karenanya ia selalu masuk ke dalam hutan yang lebat untuk menemukan hewan buruannya. Pada suatu hari, Jaka menelusuri seluruh isi hutan untuk mencari hewan buruan namun gagal. Setelah berjam-jam menelusuri hutan lebat, ia pun lelah dan memutuskan untuk beristirahat di dekat batu besar. Ketika ia tengah menyandarkan tubuhnya, ia mendengar suara-suara wanita yang tengah asyik bercengkerama. Jaka lalu mengintip dari balik batu besar dan terkejutlah ia ketika melihat para bidadari tengah bermain air di telaga. Tertegun akan keindahan bidadari-bidadari itu, timbullah niat Jaka untuk mengambil selendang yang ada di atas batu tak jauh darinya. Diambillah satu selendang dan bersembunyi. Setelah selesai bermandi, bidadari-bidadari itu satu persatu mengambil selendang miliknya dan terbang kembali ke khayangan. Namun salah seorangnya tertinggal karena tidak bisa menemukan selendangnya, bidadari itu jatuh menangis. Merasa iba, Jaka Tarub keluar dari persembunyiannya dan menghampiri sang bidadari. Bidadari tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Nawang Wulan dan ia pulang bersama Jaka Tarub. Hari berganti hari, Jaka Tarub dan Nawang Wulan pun saling jatuh cinta dan akhirnya menikah. Setelah beberapa lama menikah, mereka dikaruniai seorang putri yang sangat cantik yang dinamai Nawangsih, merekapun menjadi sebuah keluarga yang utuh dan bahagia. Namun, pada suatu hari Nawang Wulan pergi ke gudang untuk mengambil beras dan ketika ia mengangkat tumpukan jerami ia sangat terkejut lantaran menemukan selendang miliknya yang telah lama hilang. Ia pun marah dan kontan menanyai suaminya mengenai kebenaran selendang itu. Nawang Wulan yang terlanjur marah pun memakai selendang itu dan kembali ke khayangan. Nawangsih yang terus menerus menangis hingga jatuh sakit karena kepergian sang ibu. Jaka Tarub mencoba untuk mengobat anaknya dengan membawa ke tabib-tabib namun tak ada satu pun yang berhasil menyembuhkannya. Di tengah keputus asaan, ia memanggil-manggil nama Nawang Wulan untuk kembali ke bumi. Nawang Wulan yang sedih melihat mereka dari atas khayangan pun akhirnya turun meskipun ia tahu bahwa ia akan berubah seutuhnya menjadi manusia biasa. Sejak saat itu Nawangsih sembuh dan mereka kembali menjadi sebuah keluarga yang bahagia.

Sebuah kisah yang memiliki akhir bahagia ini diabadikan dalam naskah popular Sastra Jawa Baru, Babad Tanah Jawi. Sebagai babad atau buku besar dengan pusat kerajaan zaman Mataram, buku tersebut tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai hal hal yang terjadi di tanah Jawa. Aransemen dan detail yang ada di buku ini berbeda-beda namun tidak ada manuskrip di buku yang berumur lebih tua dari abad ke-18. Selain berisi cerita rakyat, buku tersebut juga memuat silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram,  Uniknya sang penulis buku ini menyatakan nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Islam. Karena sulitnya mendapatkan arsip sejarah, Babad Tanah Jawi menjadi salah satu legenda Indonesia yang sejarawan pakai untuk menjelaskan penyebaran Islam di Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa kesultanan Mataram didirikan oleh keluarga petani, bukan keluarga bangsawan, maka dari itu mereka menciptakan tokoh-tokoh mitos yang serba istimewa sebagai leluhur raja-raja Mataram. Dalam hal ini, tokoh Nawangsih yang dinikahi Bondan Kejawan, raja Majapahit terakhir, diceritakan anak campuran antara manusia dan bidadari.

Sangat terlihat bagaimana sebuah kerajaan yang berkuasa memberikan pengaruh besar terhadap kepercayaan masyarakat yang disebar oleh cerita rakyat. Konon, menurut sumber masyarakat di desa Widodaren, Gerih, Ngawi, peristiwa ini terjadi di desa tersebut. Sebagai buktinya, masyarakat setempat percaya karena terdapat makam Jaka Tarub. Nama desa Widodarena itu juga dipercayai berasal dari kata widodari yang berarti bidadari.

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos