'Cipta Rasa Karsa'

Agatha Aurelia
Artikel oleh : Agatha Aurelia
Foto oleh : Agatha Aurelia
Pin It

Banyak teori kerap kali muncul mencoba untuk menjelaskan komponen-komponen mendukung adanya kehidupan manusia. Baik dalam segi saintifik, maupun sosial. Buddha, misalkan yang memaparkan bahwa kehidupan serta perlakuan manusia datang dari perlakuan sebelumnya, atau dapat dikatakan karma yang berada dalam siklus renkarnasi. Sisi lain melihat dari pandangan Darwin, bahwa kesuksesan kehidupan manusia adalah kehidupan yang pragmatik yangmana ide dan tindakan yang kita lakukan merupakan dasar dari pemecahan masalah – hidup sebagai bentuk ‘survival’. Rhonda Byrne juga telah memberikan opsi teori baru mengenai kehidupan yang dikenal dengan ‘the secret’, teori yang mengedepankan ide bahwa segala hal yang ada di alam semesta terdiri dari energi, dan di kehidupan manusia, kehendak bebas individulah yang menjadikannya baik maupun buruk. Banyak sekali perspektif muncul yang tidak menjadikan sebuah jawaban absolut benar adanya. Dalam paham Jawa, bentuk seseorang dalam hidup itu tergantung dari penggunaan seseorang dalam komponen cipta, rasa, karsa. Dari sinilah seorang manusia dapat menjalankan kehidupan, dan bukan hanya itu, tetapi juga adanya kehidupan yang membuahkan kebudayaan – cara kita hidup.


Menurut saya cipta, rasa, karsa, dan karya secara garis besar dapat divisiualisasikan menjadi kepala, hati, dan tangan. ‘Cipta’ merupakan sebuah karya dari kepala manusia, yang mana semua ide tercetus tak lain dimulai dari kepala manusia, yang terhubung dengan hal-hal logis. Ide / pikiran yang pada akhirnya dapat diteruskan yang berdampak menjadi tindakan. ‘Rasa’, berhubungan dengan estetika dan emosi, yang berarti hati berperan penting dalam eksistensi rasa itu tersendiri yang mana setiap orang akan memiliki tingkat kepekaan yang berbeda. ‘Karsa' merupakan elongasi dari suatu rasa, yang mana dari rasa dan pikiran, timbullah niat untuk melakukan sesuatu dalam rangka merespon gejolak internal tersebut, maka dapat diibaratkan sebagai tangan. Dari itu pula, bentuk tindakan pun akhirnya terlihat dari suatu rangkaian proses pikiran, hati, dan tangan. Semuanya itu tentunya akan menyatu dan membuahkan hasil figur badan, atau yang kerap kali juga merupakan penerusan yang merupakan ‘karya’ - tindakan. Pada akhirnya, untuk menentukkan bagaimana seseorang itu, terdapat suatu akumulatif tindakan yang menjadikan seseorang menjadi individu dengan identitasnya. Cara mereka hidup yang repetitif inilah yang dapat dikatakan sebagai budaya. Di Indonesia, budaya yang kita miliki sekarang merupakan suatu akumulatif dari tindakan tindakan seorang individu yang saling berpengaruh dari satu individu terhadap individu lainnya.


Filosofi ‘cipta’, ‘rasa’, dan ‘karsa' ini merupakan kekuatan bangsa Indonesia dalam membedakan jati diri kita dengan  bangsa lain. Keselerasan komponen ini, atau yang dikenal dengan tridaya sangat besar manfaatnya bukan hanya untuk kepentingan diri semata, tetapi melainkan juga untuk sekitarnya. Dari zaman dahulu, sudah dipikirkan baik-baik bahwa dalam hidup ini, seseorang harus bisa menghargai dan menyayangi. Itu pula yang telah diajarkan telah nenek moyang kita untuk tidak mengandalkan kekuatan diri saja, melainkan juga turut mengikutsertakan lingkungan dalam hidup. Konsiderasi untuk mengikutsertakan lingkungan merupakan bentuk dari rasa menghargai yang merupakan lanjutan dari rasa menyayangi. Indonesia kerapkali di junjung tinggi dengan adanya alam yang mengelilingi manusianya. Sehingga besar tendensi rakyat Indonesia memiliki rasa lebih dalam respon terhadap sekitar. Bahwa lingkungan serta orang lain sangat membantu keberlangsungan hidup. Manusia harus menghargai alam, menghargai orang lain, terlebih Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan semua kasih sayang serta kekuatan bagi kita. Kepekaan yang bangsa Indonesia miliki tak sekedar menjadi faktor pembeda dengan bangsa lain, melainkan juga faktor dalam kepastian kualitas hidup yang kita miliki saat ini. 


Dengan adanya modal tridaya ini, bangsa Indonesia seharusnya bisa memberikan sumber daya manusia yang memiliki kualitas hidup yang baik adanya. Baik untuk mereka yang berkarya didalam negeri ini ataupun bagi yang berkarya agar dapat mendapatkan pengakuan dari dunia. Indonesia sebagai bangsa sudah seharusnya maju dan memberikan nilai orisinalitas yang mana kita semua bangga akan adanya budaya yang kita miliki saat ini. Bukan menjadi follower, melainkan influencer. Pemikiran seperti ini patut ditanam untuk setiap manusia agar bisa lebih bersyukur dan memberikan tindakan yang nyata dalam di kehidupan sehari-hari, sehingga pada akhirnya dapat berdampak dalam kemajuan sosial. 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos