Kala Rahu: Gerhana Dalam Budaya

Tatiana Arianne Raisa
Artikel oleh : Tatiana Arianne Raisa
Foto oleh : Tatiana Arianne Raisa
Pin It

Gerhana adalah fenomena alam mengagumkan yang selalu membuat seluruh mata terpukau. Dalam beberapa hari mendatang, Indonesia akan menjadi negara istimewa dimana Indonesia akan menjadi satu-satunya tempat Gerhana Matahari total terlihat secara jelas. Gerhana sendiri merupakan fenomena astronomi yang terjadi ketika sebuah benda angkasa bergerak ke ddalam bayangan sebuah benda angkasa lain. Gerhana Matahari terjadi ketika posisi Bulan terletak di antara Bumi dan Matahari, sedangkan Gerhana Bulan saat Bulan tertutup oleh bayangan Bumi. Kedua macam Gerhana ini memberikan pemandangan yang tidak terlupakan. Fenomena yang langka ini tidak hanya ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia, namun juga oleh berbagai manusia dari seluruh belahan dunia. Berbagai budaya di dunia memiliki mitologi dan cerita tersendiri mengenai terjadinya fenomena ini, maka sangatlah sesuai untuk melihat cerita rakyat yang kita miliki mengenai Gerhana Bulan.

 

Mitologi Kala Rahu, adalah cerita masyarakat Bali yang menceritakan asal usul Gerhana Bulan yang dikarenakan oleh bulan dimakan Kala Rahu, seorang raksasa. Kisah diawali ketika para dewa dan asura atau raksasa bekerja sama mengaduk lautan susu untuk mencari  Tirtha Amertha, minuman yang konon memberikan keabadian.  Setelah harta karun tersebut ditemukan, seluruhnya diambil oleh para dewa sedangkan para asura ingin juga mendapatkan harta tersebut. Peperangan pun terjadi antara dewa dan asura, yang kemudian dimenangkan oleh para dewa. Para dewa pun akhirnya kembali ke surga untuk membagikan Tirtha Amertha yang mereka dapatkan. Demi mendapatkan jatah, seorang asura bernama Kala Rahu menyamar menjadi seorang dewa dan turut menunggu giliran untuk mendapatkan Amertha. Namun penyamarannya segera diketahui oleh Dewa Candra atau Dewa Bulan dan ia segera memberi tahu Dewa Wisnu. Tepat ketika Tirtha Amertha mengalir di tenggorokan Rahu, Dewa Wisnu memenggal kepala Rahu sehingga kepala dan badannya terpisah. Namun Rahu tetap mampu hidup sebab  kepalanya telah tersentuh Tirtha Amertha sedangkan tubuhnya mati. Sejak saat itu, Kala Rahu menaruh dendam terhadap Dewa Bulan dan bersumpah akan menelan Candra. Hal tersebutlah yang mengakibatkan terjadinya gerhana: karena kepala Kala Rahu tidak tersambung ke perutnya, maka sang rembulan muncul kembali kepermukaan.  

 

Dengan mitologi ini, masyarakat Bali dan Jawa percaya bahwa ketika Gerhana terjadi, dunia akan mengalami bencana atau musibah. Hingga saat ini, banyak masyarakat Jawa percaya bahwa ketika Gerhana Matahari terjadi maka wanita hamil harus masuk rumah dan anak-anak kecil diharuskan masuk rumah untuk menghindari murka Kala Rahu. Masyarakat Bali dan Jawa biasanya akan memukul kentongan atau apapun yang bising saat Gerhana terjadi. Konon, ini dimaksudkan untuk mengusir Kala Rahu agar tidak berlama-lama memakan sang rembulan. Tak hanya masyarakat Bali dan Jawa, anggota dari suku Dayak dari Kalimantan juga melakukan ritual Balian Ba Ampar-ampar untuk memastikan Gerhana tidak bertahan terlalu lama agar matahari yang merupakan sumber kehidupan tidak hilang.

 

Selain budaya, Gerhana juga memiliki signifikansi yang besar pada agama. Di dalam agama Islam, umatnya yang mengetahui atau melihat terjadinya Gerhana Bulan maupun Matahari, dianjurkan untuk melakukan salat khusuf karena menurut Islam, Gerhana merupakan tanda-tanda kebesaran tuhan. Keistimewaan Gerhana jelas memberikan dampak yang besar kepada masyarakat Indonesia. Sehingga tidaklah salah jika Dr. Nat Gopalswamy, seorang astrofisikawan NASA mengatakan, “Siapa saja yang memiliki kesempatan harus pergi dan melihat Gerhana Matahari – ini merupakan pengalaman yang mengubah hidup.”

 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos