"Panggil Aku Kartini Saja"

Agatha Aurelia
Artikel oleh : Agatha Aurelia
Foto oleh : Agatha Aurelia
Pin It

Kutipan yang ditemukan di salah suatu surat yang ditulis oleh Raden Ajeng Kartini ini telah menginspirasi jutaan umat manusia, salah satunya sastrawan ternama, yaitu Pramoedya Ananta Toer. Karya yang berjudulkan “PANGGIL AKU KARTINI SAJA” ini yang telah ditulis oleh Pram telah membuka akal dan fikiran saya sebagai seorang wanita untuk selayaknya dapat berlaku yang didasarkan oleh kehidupan Kartini. Dari kutipan ini kita dapat merasakan jiwa Kartini yang demokratis, yang menghendaki persamaan antara sesama manusia, walaupun Kartini sendiri merupakan keturunan keluarga yang tergolong bangsawan yang paling terkemuka di seluruh Indonesia pada zamannya. Dari tulisan-tulisan Kartini yang didasari oleh pandangannya dari sisi ekonomi, maupun sosial, ini juga dapat menjadi faktor pengakuannya sebagai pahlawan nasional, di samping pramuka kemajuan wanita Indonesia.  

 

Di zaman kolonialisme yang terjadi di Indonesia, terdapat pulalah masa feodalisme didalamnya, terutama di pulau Jawa. Dapat dikatakan bahwa Kartini hidup di lingkungan superior. Apalagi terlahir sebagai seorang anak Bupati, yang dimasa itu merupakan jabatan yang sangat terpandang. Kepada Ayahnya, Ia menaruh segala kasih sayang dan kekaguman tertinggi. Dan juga untuk Kartini, Ayahnya pun tak lekang habis usahanya untuk mengasihi anak jelitanya itu. Tetapi diatas itu semua, selalu terlintas dibenak seorang Kartini untuk dapat selalu bebas. Bebas dari segala apa yang terpampang disekitar, yaitu budaya Jawa yang Ia jalani. Tidak dilingkungan publik, tidak dikeluarga, semua sama aja. Selalu ada kesenjangan antara satu dan lainnya. Stratifikasi sosial semakin kental terasa dengan kesadarannya betapa itu merusak jalin kasih sayang antara sesama saudaranya dan orang tua nya yangmana Ia percaya sebagai sesuatu yang menjadi satu dengan darah dagingnya. Bagaimana seorang kakak dapat memberikan afeksi cukup apabila sang adik harus menyembah dan merangkak didepan sang kakak? Bagaimana seorang adik dapat menyayangi kakaknya lebih apabila adik tidak diperkenankan duduk di kursi apabila sang kakak berjalan melewatinya? Kartinipun mulai risau akan adanya perbedaan yang Ia rasakan di keluarganya itu. Ditambah lagi, Ia rasakan kondisi yang amat terpuruk diluar bangunan yang mereka sebutnya rumah itu. Hanyalah kemiskinan dan kemelaratan yang Ia temui. Dibawah penjajahan, ada penjajahan. Rasa simpatik terhadap rakyatnya itu selalu bertambah, melihat yang ada hanyalah kesuraman yang tidak menentu kapan datang cahaya. 

 

Ditengah-tengah maraknya zaman kolonialisme dan feodalisme yang ada di Indonesia, menurut Kartini, tidak seutuhnya dunia Barat memberikan dampak buruk. Di sisi lain, Ia merasakan ada titik terang yang Ia temukan dengan mengenal dunia Barat lebih dalam. Disitu pula fikiran Kartini terus mendewasa yang menjadikannya untuk menjadi seseorang untuk selalu berfikir kritis akan kondisi yang Ia jalani. Awal mula Ia memasuki kehidupan dunia Barat adalah melalui pendidikan. Kartini, sebagai seorang penulis meraih inspirasi dari tulisan-tulisan yang tertulis dalam bahasa Belanda. Tentu dunia Barat ini telah berpengaruh besar atas pertumbuhan jiwa Kartini dan atas cita-citanya bagi kemajuan bangsanya, terutama wanita Indonesia. Dari dunia baratlah juga, Ia mengenal dengan adanya demokrasi, yang tidak lebih dari kebebasan dan persamaan. Kebebasan dari jerat lokal, yaitu feodalisme didalam Negeri, maupun penjajahan dari luar Negeri, yang sama-sama saling menginjak, terutama rakyat jelata. Dari konsep demokrasi ini, Kartini menjadi seseorang yang humanis, menginginkan manusia untuk sama derajatnya satu sama lain, karena pada kaidahnya, kita adalah satu ciptaan-Nya. Pengaruh demokrasi dari luar negeri terdapat sangat mendalam pada cita-cita Kartini, bahkan pada pemimpin-pemimpin nasional kita, dan inipun menjadi unsur yang terpenting dalam menciptakan Indonesia merdeka yang kita kenal sekarang. Konsep inipun telah berakar dibenak Kartini ditambah dengan adanya rasa kasih sayang, simpatik, dan juga harapan untuk masa depan Indonesia. Kata harapan yang sangat familiar dengan adanya judul buku yang ditulis oleh Kartini, “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

 

Kesamaan antara dua penulis, Pramoedya Ananta Toer dan Kartini menghasilkan kombinasi yang memberikan dampat besar terhadap dunia sastra Indonesia. Kutipan-kutipan Kartini yang dianalisa oleh seorang sastrawan yang melegenda ini telah melipatgandakan arti dari sebuah karya tulisan. Saat ini, beragam konsepsi sosial-ekonomis telah timbul dan dipraktekkan di Indonesia, tetapi kembali pada dasarnya yaitu demokrasi, kerakyatan, dan tentu bukan lagi feodalisme atau kasta yang bersandarkan pada keluhuran golongan tertentu dari masyarakat yang turun temurun. 

 “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya.”

(Surat Kartini kepada Nyonya Abendon, 1990) 

Sebagai wanita Jawa sekaligus Indonesia, saya juga merasakan dampak dari karya tulisan ini di berbagai aspek kehidupan saya. Menurut saya, Kartini merupakan seorang ibu dari Wanita Indonesia modern. Kartini telah menginspirasi saya untuk terus membuka wawasan, bersikap kritis, melakukan apa yang dirasa benar, bukan apa yang dikatakan benar untuk orang lain. Disisi lain juga, saya harus tetap bisa menjadi seorang manusia seutuhnya dengan menjadi seorang wanita Indonesia seutuhnya. 

 

“Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Di bawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi.”

(Surat Kartini kepada Nyonya Abendon, 1991) 

 

Kartini2.jpg 


Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos