‘Republik’ Lan Fang, Sepotong Sejarah yang Terlupakan

Harris Syahjohan
Artikel oleh : Harris Syahjohan
Foto oleh : Google Image
Pin It

Jauh sebelum buku sejarah mencatat tanggal 17 Agustus 1945 sebagai hari lahirnya Republik Indonesia, di suatu wilayah di Kalimantan Barat tepatnya di wilayah Mandor,  terdapat satu kelompok masyarakat yang menganut  sistim Pemerintahan dengan asas-asas demokrasi layaknya sebuah Republik.  Adalah ‘Republik’ Lan Fang yang tercatat berdiri pada tahun 1777 sampai akhirnya dibubarkan oleh Belanda pada tahun 1884.

Menurut catatan sejarah sekitar tahun 1770an, Kalimantan Barat dibanjiri oleh pendatang dari China daratan yang mengadu peruntungan sebagai pedagang dan penambang emas. Berlimpahnya sumber daya emas yang terdapat di Kalimantan Barat pada saat itu mengundang ribuan pendatang dari China untuk berburu emas. Kelompok pedagang dan penambang ini lantas membentuk persatuan atau kongsi. Hingga tahun 1776, tercatat terdapat 14 kongsi yang ada di wilayah Kalimantan Barat yaitu, 12 kongsi di wilayah Kesultanan Sambas yang berpusat di Montrado dan 2 kongsi di wilayah Panembahan Mempawah yang berpusat di Mandor. Ke 14 kongsi-kongsi ini kemudian menyatukan diri dalam kelompok induk bernama Hee Soon untuk memperkuat persatuan di antara mereka dari ancaman pertempuran antara sesama kongsi. Sebelum dihancurkan oleh Belanda, tercatat terdapat tiga kongsi besar yang menaungi kongsi-kongsi kecil. Tiga kongsi itu adalah Samtiaokioe, Fosjoen (lantas berubah menjadi Thaikong), dan Lan Fang.

Dari ribuan pendatang yang datang ke Kalimantan Barat kala itu, satu di antaranya adalah Lo Fong Pak seorang perantau bersuku bangsa Hakka dari negeri China yang berusia 34 tahun yang merantau ke Kalimantan Barat untuk ikut berburu emas (gold rush). Keberanian dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh Lo Fong Pak membuatnya menjadi pemimpin dari kongsi Lan Fang yang di bentuk olehnya.  Di bawah kepemimpinannya,  Lo Fong Pak berhasil mempersatukan 14 kongsi dagang yang terdiri dari berbagai golongan suku bangsa Hakka yang ada di bumi borneo dan menamakannya dengan Lan Fang. Persatuan ini ditujukan untuk melindungi diri dari persengketaan yang kerap terjadi dan mengancam terpecah belahnya persatuan daerah itu. Keberadaan Lan Fang saat itu sangat berhasil dan namanya kian  masyhur, nama Lo Fong Pak pun kian menjadi identik dengan Lan Fang, dan keberhasilannya diakui oleh kesultanan di seluruh Kalimantan Barat.

Lanfang.jpg 

Atas dasar persatuan kongsi dagang itulah pada akhirnya berdiri sebuah pemerintahan yang dinamai persis dengan kongsi dagang itu, Lan Fang. Menurut cerita sejarah, pada saat itu rakmyat mendesak agar Lo Fong Pak menjadi sultan dan menjalankan kesultanan dalam pemerintahannya. Namun Lo Fong Pak menolak dan bersikukuh  untuk memilih bentuk ‘Republik’ dengan sistem pemerintahan ‘Presidential’.

Melalui pemilihan umum yang dilakukan secara ‘demokratis’, akhirnya Lo Fong Pak terpilih menjadi ‘Presiden’ pertama ‘Republik’ Lan Fang. Beribu-kota di Tung Ban Lit (Mandor) yang secara harfiah berarti “Timur dengan selaksa konstitusi”. Bendera ‘Republik’ Lan Fang berbentuk segi empat berwarna kuning dengan tulisan berbahasa Mandarin “Lan Fang Ta Tong Chi”. Tak hanya memiliki seorang ‘Presiden’ dan juga bendera, ‘Republik’ Lan Fang juga membangun sistem transportasi, sistem hukum, ekonomi dan perpajakan, sistem pendidikan, sitem pertanian dan pertambangan hingga memiliki sistem ketahanan ekonomi lengkap dengan perbankannya.

LanFang3.jpg 

Sistem kepemimpinan yang demokratis serta sistem lainnya yang mendukung inilah yang akhirnya membuat Lan Fang diberi gelar sebagai ‘Republik’ secara de facto karna tidak adanya pengakuan resmi dari negara lain maupun hukum International.

Tercatat kurang lebih selama 107 tahun lamanya ‘Republik’ Lan Fang berdiri dan telah memilih 10 orang ‘Presiden’ sebagai pemimpin ‘Republik’.  Masuknya penjajahan Belanda ke Kalimantan Barat serta campur tangan VOC dalam perdagangan kala itu pada akhirnya membuat orang-orang di ‘Republik’ Lan Fang akhirnya menyerah dan melarikan diri ke wilayah Sumatera (Malaka).

LanFang5.jpg 


Mungkin tak banyak dari kita generasi muda saat ini yang pernah mendengar tentang keberadaan dan kebesaran dari sebuah cerita tentang ‘Republik’ Lan Fang. Kurangnya literasi yang membahas tentang seluk beluk ‘Republik’ Lan Fang serta tidak tercatanya sejarah ini dalam buku-buku sejarah di sekolah membuat sebagian besar dari kita termasuk saya tidak mengetahui tentang keberadaanya secara jelas.  Bahkan beberapa peninggalan dari kebesaran ‘Republik’ yang pernah membuat Belanda gentar ini pun banyak yang hilang dan  terlantar tak terawat.

Bukan tanpa sebab jika kini kebesaran dari ‘Republik’ Lan Fang ini coba dihidupkan kembali oleh negeri tetangga Singapura. Konon Lee Kwan Yew sang pendiri negara kecil yang makmur ini adalah seorang keturunan dari pendiri Lan Fang yang berhasil lari ke Sumatera.

Terlepas dari pro kontra serta alasan politis yang mengubur sejarah keberadaannya,‘Republik’ Lan Fang telah membuktikan bahwa kehidupan bermasyarakat yang demokratis pernah tumbuh subur di bumi pertiwi  ini tanpa terkekang oleh rasa etnosentrisme dan primordialisme yang berlebihan.  Keberagaman suku bangsa yang ada di Indonesia adalah anugrah. Dan catatan sejarah yang telah digoreskan oleh generasi yang lalu akan menjadi cerminan bagi kita generasi muda saat ini untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi rasa keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Lanfang

http://dhimasginanjar.com/menelusuri-sisa-sisa-kejayaan-lan-fang-republik-pertama-di-indonesia/

http://stillnoitem.blogspot.com/2011/07/negara-hakka-di-kalimantan-barat.html 

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos