Film Si Doel Anak Betawi (1973) karya Sjuman Djaya

Mohamad Axel Putra Hadiningrat
Artikel oleh : Mohamad Axel Putra Hadiningrat
Foto oleh : anonymous
Pin It

  220px_Sjuman_Djaya.jpg

Sutradara dibalik film ini (Sjuman Djaya) dikenal oleh anak-anak muda zaman sekarang sebagai penulis buku berjudul “AKU” karena popularitas buku tersebut meningkat setelah buku itu menjadi ikon di film “Ada Apa Dengan Cinta (2002)?” namun Sjuman Djaya bukan hanya penulis yang handal melainkan juga seorang Sutradara yang sangat cerdas  dan berhasil menerjemahkan cerita Si Doel ke dalam film dengan apik dan baik. Sjuman Djaya dalam filmnya ini menampilkan kemalangan hidup anak-anak betawi yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam bangku sekolah, namun beliau menyampaikannya dengan cara yang menghibur dan terkesan tidak cengeng, jauh berbeda dengan film-film drama Indonesia saat ini yang kentara sekali dengan jualan iba, tangisan, dan keputus asaan.

 

si_doel_anak_betawi.jpg 

 

Film Si Doel Anak Betawi dibuka dengan suasana kehidupan kampung betawi yang sangat bersahaja namun diselimuti oleh kesenjangan social yang kental. Rano Karno kecil di film ini memerankan peran Doel dengan baik, perannta tersebut mencerminkan seorang anak betawi tahun 70’an yang bahagia dengan kesederhanaannya. Dalam film ini Si Doel adalah anak hasil pernikahan Asman yang diperankan oleh Benyamin S, dan istrinya Halimah yang diperankan Tuti Kirana. Pernikahan mereka sebenarnya tidak direstui oleh orang tua Halimah mertua Asman, namun karena begitu besarnya cinta Halimah terhadap Asman, ia tetap tidak meninggalkan Asman. Doel, belum bisa mengenyam dunia pendidikan karena keadaan orang tuanya yang tidak bisa mebiayainya.

galIdFC_15072011_60145.jpg 

 

Latar yang disajikan dalam film ini begitu merefleksikan suasana kehidupan masyarakat betawi pada saat itu. Nuansa kesenjangan social dalam film inipun menjadi sangat menarik ketika karakter antagonis bernama Safei muncul. Safei yang diperankan oleh Tino Karno adalah musuh bebuyutan Doel sehari-hari, Safei adalah anak orang kaya di kampung betawi tersebut dan menganggap Doel adalah anak kampung yang tidak sederajat dengannya, sehingga sering kali Safei menghina Doel dan pada akhirnya memicu perkelahian antara mereka. Kemudian masa kebebasan Doel sebagai anak-anak harus berbenturan dengan realita kematian ayahnya, kehidupan doel yang tidak menentu membuat Doel menjadi putus semangat. Namun berkat bantuan pamannya Asmad yang diperankan oleh Sjuman Djaya sendiri, Doel akhirnya kembali ceria lagi. Asmad disini juga memberi kesempatan Doel untuk bersekolah untuk merubah wajah anak betawi yang tidak modern dan tidak sekolah, Asmad pun kemudian diterima Doel sebagai pengganti ayahnya.

 

Si_Doel_Anak_Betawi__1972__Screen.jpg Dinamika lajunya plot/cerita di film Doel ini sangat menarik untuk disimak, tidak bosan-bosan saya memuji sutradara Sjuman Djaya yang begitu disiplin menyampaikan pesannya dalam film tanpa adanya “Plot-hole” atau “Missing-Plot” sehingga penonton dapat mengerti apa yang ingin film ini ceritakan. Walaupun film ini diadaptasi dari buku, namun visualisasi yang Sjuman Djaya ungkapkan begitu menggambarkan situasi betawi secara realistik. Film ini sangat piawai mengkonstruksi tokoh Si Doel menjadi sebuah ikon budaya dan atas representasinya tersebut film ini menciptakan karakter-karakter lakon Betawi yang khas. Melalui film ini lah karakter lakon betawi itu begitu mengikat pada nama Rano Karno dan Benyamin S. Film ini dianggap sebagai pesan pribadi atau “curhatan” Sjuman Djaya sebagai sutradara sekaligus sebagai orang betawi.

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos