Dari sejak era Kraton Kasunan Surakarta, Kampung Sudiroprajan sudah menjadi kawasan pecinan di Solo. Oleh pihak Kraton Kasunanan Surakarta, kawasan tersebut dijadikan pusat perdagangan dengan dibangunnya pasar kraton yang kini dikenal dengan Pasar Gede. Pasar Gede dibangun tepat persebelahan dengan Klenteng Tien Kok Sie, Klenteng tertua di Kota Solo yang menjadi pusat peribadatan penganut Khong Hu Cu dari sejak zaman dahulu hingga sekarang. Kegiatan perdagangan berdampak positif bagi interaksi sosial dari berbagai etnis yang tinggal di Sudiroprajan, terutama antara Jawa dan Tionghoa. Tidak sebatas pada perdagangan, interaksi antara kedua etnis yang berbeda juga banyak terjadi melalui kawin campur. Perkawinan beda etnis dikenal dalam istilah mereka sebagai “kawin ampyang”. Ampyang merupakan sejenis penganan yang berbahan utama kacang putih dan gula merah, dimana kedua bahan tersebut saling melekat erat menjadi satu. Simbol inilah yang dipakai oleh masyarakat Sudiroprajan untuk menggambarkan kerekatan hubungan perkawinan dan kekeluargaan antara dua etnis yang berbeda.
Doa bersama lintas Agama
Menjelang Hari Raya Imlek, Suasana Kampung Sudiroprajan tampak lebih meriah dari hari-hari biasanya, terutama di kawasan sekitar Pasar Gede. Ratusan lampion dipasang dijalan-jalan sekitar Pasar Gede, tampak begitu mempesona dimalam hari. Dibeberapa sudut dipercantik pula dengan aneka lampu hias dan lampion-lampion besar yang berbentuk naga serta lambang-lambang shio lainnya. Keramaian juga terlihat di kantor Kalurahan Sudiroprajan yang terletak sekitar 500 meter sebelah timur dari Pasar Gede. Mereka berkumpul untuk mempersiapkan hajatan besar untuk menyambut Hari Raya Imlek yang bertajuk Grebeg Sudiro. Rangkaian acara Grebeg Sudiro dimulai sejak tiga hari sebelum acara puncak (kirab), yaitu diawali dengan digelarnya acara malam Sedekah Bumi. Sedekah bumi merupakan sebuah rangkaian ritus doa bersama yang diawali dengan mengkirabkan dua buah gunungan, dengan ujub doa untuk membersihkan hati dan bumi dari kekotoran, mensyukuri segala berkat yang telah dilimpahkan kepada masyarakat Sudiroprajan dan memohon supaya hajatan besar Kirab Grebeg Sudiro bisa berlangsung dengan lancar.
Asyik Bergoyang
Dalam acara Sedekah Bumi ini, kerukunan warga tionghoa dan jawa disimbolkan dengan dua buah gunungan yang berbeda isinya. Satu gunungan berisi sayur-mayur dan buah layaknya gunungan pada acara-acara grebeg di Kraton, satu gunungan lagi berisi penganan khas tionghoa seperti bakpia, kue pukis, kue moho dan cakwe. Sebagai “cucuk lampah” atau pemimpin jalannya kirab, diwakili oleh dua warga yang yang masing-masing menggunakan pakaian adat ala tionghoa dan jawa. Kirab diikuti oleh puluhan warga Sudiroprajan dengan dimeriahkan berbagai sajian kesenian tradisional seperti tari-tarian dan musik bambu. Sekitar jam 7 malam, kirab mulai menyusuri jalanan dan gang-gang sempit di Kampung Sudiroprajan. Beberapa penerangan dari lampu listrik sengaja dipadamkan diganti dengan lampu tinther atau lentera-lentera kecil. Setelah kirab sampai di wilayah Balong, diadakan doa bersama yang diujubkan oleh perwakilan dari agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu cu. Setelah itu gunungan dibawa ketengah warga yang sudah banyak berkumpul ditempat itu untuk diperebutkan isinya. Ratusan orang yang hadir saling berdesakan untuk mendapatkan bagian dari isi gunungan tersebut. Hal ini sebagai simbolisasi pepatah Jawa yang mengatakan “Ora Obah Ora Mamah” yang artinya bila tidak berjuang, tidak kebagian rezeki. Acara Sedekah Bumi juga menghadirkan “Bancaan Jenang Lemu, atau membagikan secara gratis bubur nasi dengan kuah sambel goreng krecek bagi semua warga yang hadir di tempat itu. Santap malam dengan menu Jenang Lemu, tambah asyik ditemani dengan rancak alunan musik bambu yang mengiringi sajian tarian dan lagu-lagu tradisional.
Aksi kocak Begalan
Selain bertujuan untuk doa bersama, Sedekah Bumi merupakan sarana sosialisasi dan publikasi kepada semua Warga Sudiroprajan tentang persiapan Kirab Grebeg Sudiro. Dengan arak-arakan yang digelar keliling kampung, diharapkan warga ikut tergugah semangatnya dan bersiap diri untuk berpartisipasi di acara Grebeg Sudiro nanti. Sebuah acara menyambut imlek yang dipersiapkan sekaligus diisi tidak hanya oleh warga Tionghoa, tapi oleh orang-orang dari berbagai etnis lainya, akan seperti apakah kemeriahanya? Salam Kratonpedia.
Gunungan berisi jajanan khas masyarakat Tionghoa
Kirab Gunungan
Menyusuri gang-gang kecil di kampung Sudiroprajan
Musik bambu mengiringi perjalanan kirab gunungan
Berebut gunungan
Membagikan jenang atau bubur nasi
Menari dengan iringan musik bambu
Persiapan acara Sedekah Bumi
(teks dan foto: Stefanus Ajie/Kratonpedia)