Matah Ati, Melayani Hati

Foto oleh : Aris Maryadi
Pin It

 Rubiah.jpg Rubiyah, gadis ayu dari desa Matah. 

Rubiyah, dialah seorang gadis dari desa Matah di lereng Pegunungan Seribu, yang berhasil mempesona dan membuat Raden Mas Said jatuh cinta. Meskipun berasal dari desa, Rubiyah bukanlah gadis biasa. Cahaya terpancar dari tubuhnya, menandakan kelebihan yang diberikan oleh Sang Pencipta.

Pada sebuah pertunjukan wayang kulit saat Raden Mas Said kembali sejenak dari peperangan, di antara gadis-gadis desa yang tertidur di depan panggung wayang, beliau melihat salah satu gadis yang dari tubuhnya memancar cahaya. Dipotongnyalah secarik kain yang dikenakan si gadis itu dan kemudian memerintahkan abdi dalemnya untuk mencari tahu siapa gerangan gadis bercahaya tersebut.

Rubiyah_Wayang.jpg Rubiyah yang memancarkan cahaya dalam tidurnya.

Sejak saat itulah Raden Mas Said mengenal Rubiyah, dan kemudian meminang gadis desa istimewa itu untuk menjadi pendampingnya. Kelembutan dan kemuliaan hatinya, kesederhanaan dibalik paras cantiknya, berpadu dengan ketangkasan dan ketangguhannya sebagai prajurit wanita, menjadikan Rubiyah sebagai penguat jiwa Raden Mas Said selama 16 tahun masa peperangan dan pemberontakan.

Rubiyah_3.jpg Rubiyah yang cantik dan lembut hati, juga garang dan tangguh sebagai pemimpin prajurit wanita.

Raden Mas Said yang juga dikenal sebagai Pangeran Sambernyowo adalah anak Kangjeng Pangeran Arya Mangkoenagoro yang bergelar Amangkurat IV dari Kraton Kartasura. Suasana politik Kraton Kartasura membuat Raden Mas Said dianggap duri dalam daging bagi keluarga, dan sejak adiknya naik tahta bergelar Pakubuwana II, beliau difitnah dan akhirnya dibuang ke Ceylon sampai ke Kaapstad.

Rubiyah_RMSaid.jpg Raden Mas Said – Rubiyah, pasangan dalam kasih dan perjuangan.

RMSaid_1.jpg Selama perjuangannya yang panjang dan berpindah-pindah tempat, Raden Mas Said selalu didampingi neneknya, Raden Ayu Sumanarsa.

Sejak tahun 1741 hingga 1757 Raden Mas Said bersama sahabat-sahabat dan pengikut setianya berjuang melawan VOC dan memimpin pemberontakan melawan Pakubuwana III, keponakannya sendiri yang menjadi raja Kraton Kasunanan Surakarta dan boneka VOC. Pada 17 Maret 1757 dalam sebuah perjanjian di Salatiga, Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji, yaitu pangeran yang mempunyai status setingkat raja-raja Jawa lainnya, tetapi tidak memiliki hak-hak istimewa seperti raja lainnya seperti, tidak diperkenankan duduk di Dampar Kencana (singgasana), tidak berhak memakai semua perlengkapan raja, dan lain-lain.

RMSaid_3.jpg Raden Mas Said berpihak pada perlawanan rakyat dan mempimpin mereka melawan VOC dan raja-raja bonekanya.

Perjanjian Salatiga tersebut mengawali diakuinya secara resmi keberadaan Pura Mangkunegaran. Sejak saat itu Raden Mas Said menjadi penguasa bergelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkoenagoro I. Rubiyah sebagai istri diberi gelar Bendara Raden Ayu Matah Ati, karena lahir di desa Matah, juga bisa diartikan Melayani Hati sang Pangeran.

Perang_1.jpg Rakyat yang dipimpin Raden Mas Said melawan tentara VOC.

Perang_2.jpg Para prajurit wanita pimpinan Rubiyah ikut berperang dengan gagah berani.

Kisah cinta Raden Mas Said dan Rubiyah, serta kisah sejarah pemerintahan Pura Mangkunegaran di atas menjadi latar belakang pertunjukan “Matah Ati”, yang menyajikan tarian berdasar dari tari klasik dalam gaya tari Mangkunegaran, dipadu dengan gerakan-gerakan kontemporer dan tata artistik panggung modern. Ide, konsep dan naskah “Matah Ati” ditulis oleh BRAy. Atilah Soeryadjaya yang tumbuh di lingkungan Istana Mangkunegaran. Produksi pentas tari kolosal ini melibatkan 150 pekerja seni profesional termasuk Jay Subyakto dan penari-penari profesional bergelar Sarjana S1 hingga S3 dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Setelah sukses dengan pentas pertamanya di Singapura dan Jakarta di tahun 2011, “Matah Ati” kembali dipentaskan di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki pada 22 – 25 Juni 2012. Pada bulan  September 2012, “Matah Ati” akan tampil dengan bentuk yang diperbaharui, disesuaikan dengan panggung outdoor di halaman Pura Mangkunegaran, dan penari yang lebih banyak.  Salam Kratonpedia.

Raden_Mas_Said_dan_Matah_Ati.jpg   Matah Ati, melayani hati sang pangeran dan juga hati penikmat seni pertunjukan.

(teks : Tika/Oettie/Matah Ati - foto : Aris Maryadi/Kratonpedia)  

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos