Tingalan Dalem Jumenengan Paku Buwono XIII Hangabehi ke-8 sudah usai beberapa hari lalu, dan tanggal 15 Juni 2012 yang jatuh tepat pada hari Jum’at Kliwon telah menjadi jejak baru dalam catatan sejarah Kraton Kasunanan Surakarta. Jumenengan yang digelar pada hari Jum’at Kliwon-pun merupakan peristiwa langka yang hanya akan berulang setiap sewindu (8 tahun) sekali. Tingalan Jumenengan kali ini sangat berbeda dengan suasana upacara yang sama sebelumnya. Konflik dan ketegangan mewarnai kehidupan dalam tembok Kraton yang sudah berlangsung selama 8 tahun dengan bertahtanya raja kembar. Meski dilewati dengan beberapa insiden kecil adanya perseteruan antara pihak yang menolak masuknya kembali KGPH Panembahan Agung Tedjowulan yang telah menanggalkan gelarnya sebagai Sinuhun Paku Buwono XIII, namun semuanya berakhir dengan sebuah pencerahan setelah usainya upacara Tingalan Jumenengan tersebut. Banyak yang mensyukuri adanya perdamaian antara dua putra Kraton Solo tersebut. Para abdi dalem dan mayoritas masyarakat Solo juga memberikan apresiasi positif atas peristiwa sejarah yang melegakan untuk masa depan Kraton Solo sebagai cagar budaya yang merupakan aset masyarakat banyak, dan bukan saja sebagai aset yang dimiliki oleh keluarga Kraton.
Karpet merah telah dibentangkan, dan perdamaian-pun dirayakan. Mensyukuri dan menandai sewindu Tingalan Dalem Jumenengan Kraton Kasunanan Surakarta seolah diwakili dengan warna merah menyala dari bentangan karpet yang memanjang dari Kori Kamandungan hingga halaman Pagelaran. Sebuah benang merah yang meluruskan kekusutan selama delapan tahun, dan menghilangkan kebingungan atas keberadaan dua matahari dalam satu kehidupan, yakni Raja kembar dalam satu bangunan tembok Kraton Kasunanan Surakarta. Kirab Agung hari Minggu Pahing 17 Juni 2012 juga telah usai digelar. Semoga semua peristiwa budaya ini menjadi pertanda baik untuk kelangsungan kehidupan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang makin memperkaya khasanah budaya Indonesia.
Berikut rekaman peristiwa budaya sebagai jejak sejarah baru Kraton Kasunanan Surakarta untuk kemenangan semua pihak. Baik untuk masyarakat Solo, kerabat dan keluarga Kraton, bahkan untuk bangsa Indonesia sebagai pemilik cagar budaya yang dilindungi undang-undang. Semoga foto-foto berikut ini menjadi jejak keajaiban baru dalam sejarah perjalanan Kraton Kasunanan Surakarta sebagai sumber dan pemancar kebudayaan ke seluruh penjuru negeri. Salam Kratonpedia.
Baracuda di depan Kori Kamandungan Kraton Solo saat mengamankan jalannya Jumenengan
Paku Buwono XIII Sinuhun Hangabehi seusai Jumenengan 15 Juni 2012
Mahapatih Tedjowulan meninggalkan Pendapi Ageng Sasana Sewaka seusai Jumenengan
Karpet merah menandai perdamaian Kraton Solo pada hari Minggu pahing 17 Juni 2012
Prajurit membawa bendera kebesaran Kraton membuka barisan kirab
Kereta Kencana Kyai Garoeda Poetra disiapkan untuk kirab Paku Buwono XIII
Kelompok kesenian Angguk dari desa Seboto Ampel Boyolali memeriahkan Kirab Agung
Kelompok kesenian Krido Turonggo dari Boyolali menarik perhatian dalam barisan kirab
Paku Buwono XIII Hangabehi berjalan menuju halaman Pagelaran Kraton
Paku Buwono XIII Sinuhun Hangabehi bersama Kanjeng Ratu RAy Adipati Pradapaningsih
Paku Buwono XIII Hangabehi melangkah keluar dari Kori Kamandungan
Paku Buwono XIII Hangabehi sebagai Raja tunggal Kraton Solo paska rekonsiliasi
Sang Raja menyusuri karpet merah sepanjang 100 meter menuju kereta kencana
Paku Buwono XIII Hangabehi bersama putranya GPH Purboyo di dalam kereta kencana
KGPH Panembahan Agung Tedjowulan menunggang kuda Sri Gading dalam kirab
Kirab melewati ringin kembar yang ditanam saat istana Kraton dibangun tahun 1745
Bentangan karpet merah sepanjang 100 meter melintasi jalanan dalam tembok Kraton
Mbah Suni (68 th-foto tengah) bersama cucunya Ambarwati (8 th) bahagia melihat Kraton sekarang
(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)