Tahok, Puding Sehat Sarat Manfaat

Foto oleh : Wd Asmara
Pin It

Suasana_Pasar_Gede_Solo_di_pagi_hari.jpg

Pak Citro yang kini berusia 77 tahun adalah laki-laki asal Yogyakarta, tepatnya dari dearah Bantul yang merantau ke kota Solo. Awalnya datang ke Solo pada tahun 1951 sebagai pekerja di sebuah toko kain milik pedagang cina di daerah sar gede (pasar gede). Pada tahun 1958 dia berhenti bekerja dari toko kain, dan kemudian mulai beralih jualan tahok pikulan di sekitar pasar gede dan pasar legi di daerah pecinan kala itu. Meskipun statusnya masih tetap sebagai pekerja, atau ikut seorang pedagang keturunan Tionghoa, namun kebaikan yang dirasakan dari sang majikan kala itu membuatnya betah bekerja hingga sekarang ini.

Tahok_cukup_disajikan_dalam_mangkok_dengan_kuah_jahe_dengan_rasa_manis_dan_hangat.jpg   Tahok cukup disajikan dalam mangkok dengan kuah jahe yang rasanya manis dan menghangatkan 

Tahok adalah jenis makanan tradisional dari negeri Cina yang dibawa dan diwarisi secara turun temurun oleh keturunan etnis Tionghoa yang tinggal di daerah pasar Gede Solo atau juga dikenal sebagai daerah pecinan. Tao atau teu berarti kacang (kedelai), dan hoa atau hu yang katanya berarti lumat, tahoa sama saja berarti kedelai yang dilumatkan yang menyerupai tahu atau tofu dengan tekstur yang lebih lembut dan berwarna putih bersih. Namun bagi pak Citro, tahok adalah nama yang sudah dia kenal sejak pertama kali datang ke kampung pecinan di kota Solo ini.

Gerobak_tahok_pak_Citro_mangkal_di_pojok_pasar_gede_Solo.jpg   Gerobak tahok pak Citro mangkal di pojok depan Pasar Gede Solo 

Ada juga beberapa orang menyebutnya kembang tahu, karena hasilnya diperoleh dari proses penyaringan sari gilingan kedelai yang sangat halus lembut seperti bahan adonan puding. Pembuatannya-pun masih menggunakan cara tradisional, yang konon mirip dengan peralatan kerja manusia pada abad ke-17 atau bahkan pada tahun 600 SM dulu. Alat penggilingnya menggunakan dua roda batu yang sisi lingkarnya menghadap ke atas dalam posisi bertumpuk dengan satu as roda, kemudian as roda dihubungkan dengan tangkai kayu untuk diputar dengan tenaga manusia. Penampang batu bagian atas agak cekung dan terdapat lobang kecil yang berfungsi sebagai saluran masuknya kedelai yang akan digiling. Sebelum proses penggilingan, kedelai terlebih dahulu direndam dengan air selama satu malam, hal ini dilakukan untuk melepas kulit ari dan membuat kedelai mengembang sehingga mudah dilumatkan. Hasil gilingannya-pun akan berbentuk bubur kedelai yang berwarna putih, kemudian baru disaring untuk menghasilkan cairan sari kedelai yang menyerupai susu. Setelah itu direbus dan ditempatkan dalam wadah yang sekaligus berfungsi sebagai cetakan , dan setelah dingin tahok siap dihidangkan.

Kolaborasi_bapak_dan_anak_membuat_tahok_masih_bertahan.jpg   Pak Citro dan Sentot membuat tahok di saat banyak orang masih terlelap dalam tidur 

Kedelai_masuk_ke_lubang_yang_terdapat_di_batu_penggiling_yang_digerakkan_secara_manual_dengan_tenaga_manusia.jpg   Kedelai masuk ke dalam batu penggiling yang digerakkan secara manual dengan tenaga manusia 

Kandungan protein nabati yang dimiliki tahok ini sangat tinggi, selain itu juga mengandung vitamin E serta zat anti oksidan yang alami serta sangat aman dikonsumsi karena selalu diproduksi segar tanpa bahan pengawet. Selain itu kandungan kalsiumnya sangat baik untuk memperkuat tulang dan mencegah penyakit osteoporosis. Tahok juga mengandung senyawa yang menyerupai estrogen (hormon reproduksi bagi perempuan) dan hal ini sangat berkhasiat untuk menghambat datangnya masa menopause, sedangkan untuk kaum laki-laki bisa mencegah penyakit kanker prostat. Bahkan bila dikonsumsi secara rutin setiap hari, bagi penderita kolesterol tinggi (kolesterol jahat), proses penurunannya akan cepat terasa tidak sampai dua bulan. Dan keunikan lainnya adalah, bisa mencegah atau bahkan mengobati obesitas atau kelebihan berat badan, jadi merupakan menu diet yang sehat dan aman. Mungkin kalau dirinci satu-persatu akan sangat banyak sekali manfaat tahok ini untuk tubuh manusia. Kalau dilihat dari budaya mengkonsumsi dari kebanyakan pelanggan tahok pak Citro adalah, sebagai menu lezat untuk obat awet muda, mungkin istilah populernya sebagai anti aging. Jadi membuat badan terus sehat dan bugar, sehingga tetap bisa aktif dan semangat layaknya orang muda.

Pikulan_tahok_yang_digunakan_pak_Citro_saat_jualan_pertama_kali_di_tahun_1958_kini_diwarisi_anak_bungsunya.jpg   Pikulan tahok yang digunakan pak Citro pertama kali di tahun 1958 kini diwarisi anak bungsunya 

Sejak_pukul_tiga_dinihari_pak_Citro_memulai_aktifits_dapurnya_untuk_membuat_tahok.jpg   Sejak pukul satu dinihari pak Citro memulai aktifitas dapurnya untuk membuat tahok 

Pak Citro biasa bangun pagi jam satu dinihari, karena tahok setiap hari harus disiapkan dengan proses yang membutuhkan waktu hampir empat jam, sementara jam enam pagi gerobak sudah harus siap untuk dibawa ke pojok trotoar depan pasar gede. Pekerjaan dimulai dari menyiapkan kedelai, kayu bakar, hingga merebus air untuk ngecom teh (menyeduh teh) untuk menghangatkan pagi. Pak Citro dibantu Sentot anak bungsunya dalam proses penggilingan kedelai, dan Sentot juga menjadi generasi penerus bapaknya dengan berjualan tahok di sudut lain di lokasi yang sama, yakni di Pasar Gede Solo.

Wadah_terbuat_dari_logam_stanless_menggantikan_jenis_kaleng_yang_lama.jpg   Dalam satu hari bisa terjual 100 mangkok 

Tahun 1958 disaat mengawali membuat dan berjualan tahok, pak Citro mempunyai teman kerja sekaligus saingan dalam bisnis ini. Waktu itu ada 18 orang penjual tahok dengan peralatan yang masih dipikul. Mereka berjualan dengan cara berkeliling kampung dan daerah pasar yang banyak dihuni masyarakat keturunan etnis Tionghoa. Permangkoknya dijual seharga Rp.5, cukup mahal untuk nilai uang pada jaman tersebut. Tapi saat ini pedagang tahok tradisional di Solo tinggal empat orang termasuk pak Citro dan anak bungsunya. Sekarang semangkok tahok yang disajikan dengan kuah dengan kandungan gula merah, jahe, daun pandan serta sereh ini dijual dengan harga Rp. 4000. Rasanya gurih seperti susu kedelai, tapi bentuknya mirip puding , disantap dengan kuah yang mirip wedang ronde membuah badan terasa hangat dan segar. Sayangnya obat awet muda yang harganya relatif murah ini kurang banyak yang mengenal, dan obat-obatan mahal mulai menggeser kekayaan manfaatnya. Semoga saja pak Citro masih semangat untuk terus berbagi kebaikan dengan lembutnya tahok buatannya. Salam Kratonpedia.

Pak_Citro_77_tahun_asal_Bantul_Jogjakarta.jpg   Pak Citro usia 77 tahun penjual tahok Pasar Gede Solo 

(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos