Wayang Krucil Bangkit Di Tengah Sawah

Foto oleh : Wd Asmara
Pin It

Hamparan_sawah.jpg

Hamparan sawah menjelang masa panen tampak berwarna kuning keemasan, suasana sepi pedesaan dengan bentangan jalanan aspal yang sudah tidak mulus lagi membelah lahan persawahan. Siang itu panas cukup terik di desa Nglawak kecamatan Kertosono kabupaten Nganjuk. Jarak desa Nglawak dengan ibukota kabupaten Nganjuk 22 Km, sementara dari kota Kediri berjarak 23 Km, tapi jalanannya kecil dan beberapa ruas jalan terdapat banyak lubang. Terlepas dari kondisi cuaca dan jalanan yang kurang memadai, desa ini masih banyak ditumbuhi pohon-pohon trembesi besar (samanea saman/rain tree) yang meneduhkan jalan, seperti jalanan buatan jaman perlawanan dengan Belanda dulu.

Penduduk setempat mengungkapkan, konon dulunya di desa ini banyak orang yang suka ndagel (melucu/melawak), hingga akhirnya desa tersebut dikenal dengan nama desa Nglawak. Itupun hanya dugaan atau versi masyarakat setempat yang disampaikan dengan gaya melucu mereka, seolah membenarkan dugaan bahwa ini memang desanya para pelawak. Mayoritas masyarakat desa ini menggantungkan hidup dari bertani, dan sebagian kecil  dari mereka berdagang.

Setelah menyusuri jalanan yang makin menyempit dengan pemandangan dominan lahan persawahan, tampak sebuah rumah sederhana dengan warung kecil di bagian depannya. Di rumah inilah tinggal seorang dalang wayang krucil yang sudah mulai jarang dipertunjukkan. Namanya Jamiran, biasa dipanggil mbah Ran, kelahiran tahun 1939 atau 73 tahun yang lalu.

Rumah_mbah_Ran.jpg   Rumah Mbah Ran dalang wayang krucil 

Mbah Ran biasa menyebut wayang-nya dengan nama wayang thimplong, masyarakat Nganjuk mengenalnya dengan nama wayang krucil. Konon wayang krucil ini diciptakan oleh Pangeran Pekik asal Surabaya dengan material utama dari kulit binatang dan berukuran kecil, sehingga dipopulerkan dengan nama wayang krucil. Kemudian wayang berukuran kecil ini mengalami perubahan bahan material utamanya menjadi terbuat dari kayu, hingga lahirlah nama baru yaitu wayang klithik seperti yang terdapat di daerah Kudus Jawa Tengah.

Mbah_Ran.jpg   Jamiran alias Mbah Ran alias Gople 

Namun dalang yang masih tampak segar bugar diusianya yang ke-73 ini meyakini bahwa wayang krucil adalah wayang yang diciptakan pertama kali sebelum wayang kulit dan wayang purwa. Berdasarkan pengetahuan yang turun temurun didapatkan dari orang tua dan kakeknya, mbah Ran meyakini bahwa wayang krucil ini sarat dengan kisah-kisah tua yang berasal dari serat Panji seperti yang terdapat pada cerita wayang gedog. Wayang gedog sendiri konon telah dipertontonkan pada masa kerajaan Majapahit, konon juga diciptakan oleh Sunan Giri pada tahun 1485. Tapi wayang gedog menggunakan bahan utama kulit, dan dominasi bunyi pukulan kayu menjadikan wayang ini dinamakan wayang gedog, karena tidak menggunakan suara kecrekan dari besi. Sementara menurut sejarah, cerita Panji sudah ada sejak abad ke-11 pada masa pemerintahan Jayabaya di Kediri.

Mbah_Ngupi_di_ruang_tamu.jpg   Mbah Ran "ngupi" di ruang tamu rumahnya 

Terlepas dari masa yang sangat jauh ada dibelakang, yang jelas pancaran semangat untuk terus menghidupkan wayang krucil  dimasa kini sangat terlihat dari wajah mbah Ran. Meskipun kesenian wayang krucil ini juga dianggap sebagai kesenian khas atau budaya tua masyarakat Bojonegoro maupun di Kediri Jawa Timur, semoga kepemilikan budaya khas wayang langka ini tidak menyurutkan semangat siapa saja yang ingin melestarikannya.

Mbah_Ran_2.jpg   Sosok dalang dengan gaya hidup sederhana di usia tuanya, namun semangatnya selalu muda 

Sesaat kobaran semangat menceritakan sejarah wayang ala mbah Ran-pun mereda, segelas kopi panas berwarna hitam pekat sesekali diseruput ki dalang sambil menikmati sebatang rokok filter. Tiba-tiba mbah Ran ingat kenangan masa lalu saat  belajar bermain ludruk pada tahun 1951 bersama rekannya. Masa itu mbah Ran berperan sebagai tokoh pembantu atau cantrik yang harus melawak dalam pertunjukan, nama tokohnya Abu dan Gople. Mbah Ran memerankan tokoh Gople, yang akhirnya nama tersebut melekat hingga kini di kalangan teman-teman seusianya.

Wayang_Surabayan_yang_berumur_lebih_dari_200_tahun.jpg   Wayang kulit gaya Surabayan yang sudah berumur ratusan tahun 

Profesi sebagai dalang baru digeluti pada tahun 1962, dan pada awalnya tanggapan wayang krucil bisa datang dari mana saja termasuk daerah diluar Nganjuk. Pernah suatu kali harus tampil dalam pertunjukan wayang krucil pada hari Sabtu di luar daerah, mbah Ran harus berjalan kaki di Jumat malamnya supaya Sabtu bisa sampai tepat waktu. Kenangan-kenangan perjuangannya di masa lalulah yang membuat mbah Ran terus menekuni seni pedalangan wayang krucil hingga kini. Sampai keahliah membuat karya wayang krucilpun dilakoni dengan belajar sendiri dari saat muda dulu.

Ketajaman_pikir_masih_mampu_mengukir_wayang_krucil.jpg   Ketajaman pikir masih mampu mengukir wayang krucil 

Wayang krucil dibuat dari kayu sengon, tahap pertama digambar pola tokoh wayangnya dulu, setelah itu baru dibentuk perlahan dengan pisau kecil hingga memakan waktu empat hari pengerjaan untuk satu karakter wayang krucil. Sejak kecil ketrampilan membuat wayang ini sudah dimiliki oleh mbah Ran. Desa dimana dia dilahirkanpun menyediakan banyak sekali bahan damen atau batang padi untuk bermain diwaktu kecil. Dari suka cita bermain damen dan mengubahnya menjadi wayang mainan atau wayang damen, membuat sosok Jamiran kecil membawa kisah kenangan tokoh wayangnya hingga di masa tua sebagai dalang wayang krucil.

Tangan_tua_itu_masih_sanggup_berkarya.jpg   Tangan tua itu masih sanggup menghasilkan karya kreatif

Dalam seni pertunjukan wayang krucil, cerita tidak diambil dari kisah Ramayana ataupun Mahabarata, melainkan kisah sejarah yang ada di negeri ini ataupun cerita Panji. Awalnya juga sering membawakan cerita perjalanan para Sunan/Wali Songo. Kalau di beberapa daerah menyebutkan jumlah tokoh dalam wayang krucil itu ada 73 karakter, mbah Ran memiliki wayang krucil sebanyak 90 karakter untuk beberapa cerita. Dari dulu hingga sekarang, yang masih bertahan adalah ciri utama soal waktu dilaksanakannya pertunjukan wayang krucil ini, yakni digelar saat ada upacara tradisi nyadran dan ruwatan. Sampai sekarangpun nuansa religius saat digelar pementasan wayang krucil bagi beberapa masyarakat desa, seperti di desa Nglawak ini masih sangat terasa. Hal ini dikarenakan pertunjukan wayang krucil tersebut pada jaman dulu biasanya dilaksanakan terkait dengan upacara permohonan doa keselamatan atau memohon berkah, salah satunya pada saat terjadi pageblug (wabah penyakit). Sementara tradisi ruwatan dilakukan apabila seseorang mempunyai anak tunggal (ontang-anting), atau punya empat anak laki-laki semua (gotong mayit), dan masih banyak lagi peristiwa yang terkait dengan diadakannya upacara ruwatan yang pada masa sekarang sudah jarang dilakukan.

wayang_damen_sekartaji_dari_batang_padi__damen_.jpg   Wayang damen (batang padi)  

Selain waktu pelaksanaannya, wayang krucil juga memiliki keunikan dalam persiapan pagelarannya. Upokoro atau hal yang harus disiapkan sebelum pertunjukan adalah, kelapa, beras, kopi, kemiri, pisang, cabe, bawang merah dan putih, jambe, sirih, uang, telur ayam dan minyak srimpi. Atau adanya pantangan seperti di desa Sonoageng tetangga desa Nglawak, yaitu tidak boleh ada yang memakai kain jarik kawung putih dan kain batik motif parang rusak. Semua ke-khasan tersebut merupakan keunikan tradisi yang masih kuat melekat dalam kehidupan masyarakat desa Nglawak yang mayoritas bekerja sebagai petani.

Siap_mendongeng.jpg   Mbah Ran selalu berbagi kisah-kisah sejarah lewat wayang krucil 

Seiring berjalannya masa, kini mbah Ran mulai jarang tampil sebagai dalang wayang krucil, kecuali disaat perayaan tradisi nyadran. Selain buka warung kecil, mengolah sawah masih sanggup dia lakoni, juga sesekali mancing ikan bersama putra bungsunya di sungai dekat rumah. Tapi proses membuat wayang krucil masih terus dijalaninya, bahkan putra bungsu ki dalang yang bernama Purwanto, di usianya yang ke-29 tahun sekarang ini sudah mulai terlihat mewarisi keahlian membuat wayang krucil dan merintis menjadi dalang seperti bapaknya. Bagi mbah Ran, tidak ada kata terlambat untuk memulai apapun, termasuk meneruskan semangatnya berkisah melalui wayang krucil, meskipun harus dilakukan di antara lahan persawahan sekalipun. Salam Kratonpedia.

Penerus_Mbah_Ran.jpg   Purwanto (29 tahun) putra bungsu Mbah Ran diapit Dewosrani dan Janaka 

(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos