Sega Gurih dan Endog Abang di Sekaten Jogja

Foto oleh : Aan Prihandaya
Pin It

 03a.jpg

 

Sekaten adalah salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh Kraton Kasultanan Yogyakarta dan kemudian berkembang menjadi pasar rakyat. Acara ini diselenggarakan di alun-alun utara. Berbagai stand pendukung seperti arena permainan, penjual alat rumah tangga, baju dan kuliner dapat ditemui di pasar malam sekaten. Acara yang berlangsung selama satu bulan penuh ini selalu ramai dikunjungi oleh warga sekitar Yogyakarta. Pada dasarnya, inti dari rangkaian acara sekaten dimulai pada tanggal 5 bulan Maulud, yaitu Miyos Gangsa. Dua perangkat gamelan milik Kraton Yogyakarta yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di bangsal Sri Manganti, kemudian dibawa ke halaman Masjid Agung Yogyakarta yang berada di sebelah barat alun-alun utara. Setiap hari pada jam tertentu kedua gamelan tersebut dibunyikan. Hingga nanti pada tanggal 11 bulan Maulud dibawa masuk lagi ke dalam kraton.

01.jpg

Gamelan Kyai Guntur Madu dibunyikan di halaman Masjid Agung

Tradisi menarik yang tidak pernah hilang pada saat Miyos Gangsa adalah maraknya pedagang Sega Gurih (nasi gurih). Sega gurih adalah nasi yang dimasak dengan santan, garam, dan daun salam. Kemudian dihidangkan dengan berbagai lauk seperti kacang kedelai, kacang tanah, rese (kulit udang kering) yang kesemuanya digoreng. Kemudian ditambah sambal goreng krecek dengan lalapan daun kemangi, ketimun, dan kobis (kol). Tentunya yang tidak ketinggalan adalah suwiran ingkung ayam.

Satu porsi sega gurih disajikan dalam pincuk (alas makan dari daun pisang) yang berisi nasi gurih ditaburi lauk dan lalapan. Namun jangan berharap untuk kenyang karena nasi gurih yang dijual di sini hanyalah untuk simbol. Konon, sega gurih dianggap sebagai simbol keberkahan dan kemakmuran. Sejak manusia lahir ke dunia Tuhan telah menyediakan kelimpahan untuk kehidupan manusia dan semuanya diserahkan kepada manusia untuk dikelola dengan baik.

Selain sega gurih, ada lagi satu makanan yang selalu muncul pada saat sekaten yaitu Endog Abang. Endog abang yang berarti telur merah adalah telur ayam biasa yang direbus kemudian kulitnya dicat warna merah. Telur merah ini ditusuk dengan ruas bambu dan dihias sehingga terlihat menarik. Jaman dahulu ada perasaan bila datang ke sekaten tanpa membeli endog abang rasanya belum ke sekaten.

Endog abang tidaklah sekedar telur ayam yang diberi pewarna merah. Ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Endog atau telur melambangkan kelahiran. Abang atau merah bermakna kesejahteraan. Sedangkan ruas bambu panjang  adalah hubungan vertikal dengan Sang Pencipta. Sehingga secara kesatuan endog abang bermakna sebagai simbol kelahiran kembali untuk masa depan yang lebih baik, lebih sejahtera dengan tetap berpedoman kepada garis yang ditentukan oleh Tuhan.

Endog abang biasanya dijual berbarengan dengan kinang, yaitu kebutuhan untuk menyirih. Suruh (daun sirih) diterjemahkan menjadi "ngangsu kawruh" atau menimba ilmu. Konon menurut kepercayaan Jawa, nginang atau menyirih yang dilakukan pada saat gamelan dibunyikan dapat memberikan berkah. Sego gurih, endog abang dan kinang biasa dijual di pelataran Masjid Agung.

10.jpg

'Paket' Kinang yang terdiri dari daun sirih, tembakau, injet (kapur sirih), gambir dan bunga kanthil.


Selain sega gurih dan endog abang, masih banyak makanan yang biasa dijual di pasar rakyat sekaten, meskipun tidak ada makna yang berkaitan langsung dengan tradisi. Sudah wajar, para pedagang akan mendatangi keramaian dan mencoba peruntungan di sana. Jajanan yang khas di arena sekaten antara lain bolang-baling, onde-onde, donat dan aneka gorengan. Tak ketinggalan tentunya adalah arum manis atau permen kapas. Warnanya yang menarik, dan rasanya yang manis banyak digemari anak-anak hingga orang dewasa.

Sekaten atau pasar malam sekaten dengan segala pernak-perniknya adalah wujud dari kecintaan dan upaya melestarikan budaya dan tradisi leluhur. Antusiasme masyarakat yang masih berminat datang meramaikan sekaten di tengah keaneka ragaman bentuk  hiburan modern saat ini patut diapresiasi. Atau, barangkali Anda ingin bernostalgia untuk mencicipi pesta rakyat dengan sajian kuliner sego gurih dan endog abang di sekaten mendatang? Salam Kratonpedia.

 

03.jpg

Ingkung, daging ayam yang dimasak utuh.

04.jpg

Kacang kedelai hitam, salah satu lauk yang mendampingi sega gurih.

14.jpg

Sambal goreng krecek.

05.jpg

Sabar menunggu pembeli.

06.jpg

Pedagang endog abang dan kinang berjajar di depan Masjid Agung.

07.jpg

Menghias endog abang.

09.jpg

Dibungkus plastik untuk dibawa pulang.

11.jpg

Arum manis, salah satu makanan khas yang dijual saat sekaten.

12.jpg

Onde-onde, bolang-baling, donat dan berbagai gorengan mengundang selera pembeli.

13a.jpg 

Tak lupa menikmati kehangatan wedang ronde menjelang pulang.

(Teks dan foto: Aan Prihandaya/Kratonpedia)


Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos