Sate Gajih Bu Tini

Foto oleh : Wd Asmara
Pin It

 sate_gajih_1_1.jpg

Gelaran Budaya Yogyakarta memberikan berkah dan harapan untuk menambah penghasilan dari sektor informal. Selain sebagai bentuk pengenalan dan siar keberadaan kesenian tradisional  Daerah Istimewa Yogyakarta yang penuh ragam warna serta seni gerak dan suara ini,  juga memberikan wadah untuk melestarikan tradisi keramaian rakyat yang spontan dengan gelaran para pedagang jajanan khas Yogya.

Seperti bu Tini asal kampung Jagalan Beji kota Yogyakarta, pedagang sate gajih yang biasa mangkal di alun-alun utara Kraton Kasultanan Yogyakarta ini ikut mengadu peruntungan di lokasi acara Gelar Budaya Yogyakarta persisnya di pojok trotoar depan gerbang Puro Paku Alaman.

Menurut bu Tini, karena acara dimulai jam 3 sore memungkinkan untuk berjualan dulu di Paku Alaman, baru setelah acara selesai pada jam 5 sore pindah kembali ke lapak yang ada di alun-alun utara.

Rasa khas sate gajih gaya Yogya ini adalah manis yang berasal dari bumbu gula merah atau gulo jowo sebagai campuran selain bawang merah dan bawang putih. Tapi bukan dari gula aren, karena menurut bu Tini kalau pake gula aren rasanya akan beda dan terlalu gosong.

Sate gajih ini menggunakan bahan utama dari bagian lemak atau sandung lamur sapi atau beberapa orang menyebutnya koyor. Selain rasanya yang gurih, sate gajih ini sangat berminyak dan teksturnya sangat empuk. Dan biasanya disajikan dengan lontong seperti sate kere jajanan khas Solo.

Selain sate gajih, ada yang tak kalah spesial dari menu jalanan ini, yaitu mayang atau sejenis abon/serundeng yang berbentuk suwiran lebih kasar terbuat dari daging urat sapi. Kalau dihitung harga per kilonya, mayang ini harganya cukup mahal yaitu Rp.130.000.Karena untuk membuat mayang satu kilo saja dibutuhkan bahan mentah urat sapi sebanyak 3 kg, sementara harga mentahnya per kilo Rp.25.000. Tapi biasanya mayang dijual eceran sebagai lauk atau cemilan dengan harga mulai Rp.2000 saja.

Dalam sehari bu Tini rata-rata membawa pulang hasil penjualan kotornya sebesar Rp.250.000. Itupun dikarenakan bu Tini hanya membawa 50 tusuk sate gajih dan satu kilo mayang. Selama ini keberadaan sate gajih dan mayang masih cukup diminati oleh masyarakat khususnya para pelancong di seputar Kraton dan alun-alun.

Besar harapan bu Tini dan kebanyakan para pedagang tradisional akan apresiasi atas bentuk-bentuk tinggalan kebudayaan tempo dulu, termasuk di dalamnya tentang kelestarian makanan tradisional yang ada di Yogyakarta. Semoga keragaman budaya ini akan terus ada memenuhi rasa rindu akan warisan para leluhur yang membuat kita ada sekarang ini. Salam KratonPedia.

sate_gajih_2_1_1.jpg 

sate_gajih_3_1.jpg 

(teks dan foto : Wd Asmara/KratonPedia)   

Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos