Malam Satu Suro Di Bumi Reyog

Foto oleh : Wd Asmara
Pin It

5.jpg

Malam satu Suro atau menjelang datangnya tahun baru Islam adalah momen yang selalu dikaitkan dengan aktifitas “melekan” atau “lek-lekan” yang dalam bahasa Indonesia artinya begadang. Tradisi tersebut umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa pada jaman dulu dengan kenduri atau slametan, dan melewatkannya dengan pelesiran keluar rumah dengan berjalan kaki hingga dini hari. Seiring dengan perkembangan jaman, tradisi tersebut tetap berjalan meskipun dalam pelaksanaannya sudah banyak berubah, begadang di tepat keramaian menjadi pemandangan yang umum layaknya malam mingguan.

Dalam menyambut datangnya malam satu Suro, masyarakat kota Ponorogo merayakannya dengan mendatangi alun-alun kota untuk menikmati suasana hiburan pasar malam dan pertunjukan reyog. Pada hari biasapun alun-alun kota Ponorogo termasuk tempat yang selalu ramai didatangi warganya, apalagi saat menjelang datangnya tahun baru Islam atau masyarakat Ponorogo biasa menyebutnya dengan istilah  Suran, hampir aktifitas masyarakat yang mencari hiburan dan berjalan-jalan dengan keluarga memenuhi alun-alun kota dari siang hingga malam hari.

Selama sepekan masyarakat Ponorogo menikmati festival reyog yang digelar di alun-alun. Selain itu menjelang malam satu Suro, pada siang harinya kirab budaya menjadi suguhan gratis yang menarik perhatian hingga masyarakat memadati jalan-jalan utama kota. Belum lagi setiap sore hari hingga malam tradisi pasar malam menjadi alternatif hiburan yang murah, dengan pilihan berbagai permainan dan tontonan yang bisa diakses dengan harga tiket Rp.5000 membuat suasana kota Ponorogo menjadi meriah dalam menyambut datangnya bulan Suro atau memasuki tahun baru Islam.

Jajanan dan aneka barang dagangan yang menarik perhatian anak-anak ikut meramaikan suasana malam di alun-alun kota Ponorogo. Mulai dari penthol goreng yang hanya ada di Ponorogo sampai pecel dan sate ayam, hingga mainan anak sampai ke ikan hiaspun ada di seputaran alun-alun. Yang menarik dari para pedagang kaki lima ini adalah omzet yang cukup besar yang bisa mereka dapatkan setiap malam selama sepekan hingga malam satu Suro.

Seperti kisah Hafid, seorang pemuda yang hanya lulusan sekolah menengah atas ini, dengan berjualan ikan hias yang dia beli dari kota Blitar, setiap malam dia bisa mengantongi Rp.400.000 hingga Rp.600.000, dibandingkan hari biasa yang rata-rata besarnya penjualan berkisar Rp.200.000, hal ini membuat datangnya tahun baru Islam ini menjadi hari spesial untuk usahanya.

Demikian juga dengan pak Gombloh, yang sudah sepuluh tahun berjualan penthol goreng di alun-alun kota Ponorogo ini, juga merasakan hal serupa. Penthol goreng merupakan jajanan khas Ponorogo yang dikreasi pak Gombloh sepuluh tahun silam. Bentuk dan rasanya seperti baso daging, yang ditusuk dengan batang bambu dan digoreng, dimakan dalam keadaan hangat dengan saos sambal, rasanya gurih. Uniknya, pak Gombloh ini selalu mengatakan “Jangan bilang siapa-siapa”, dengan nada bercanda sembari memberikan ekstra penthol goreng cuma-cuma saat  konsumennya membayar. Penthol goreng yang pertusuknya dijual Rp.500 ini cukup nikmat untuk menemani begadang menunggu pagi di alun-alun kota Ponorogo.

Banyak kesederhanaan yang mendatangkan kebahagiaan di arena pasar malam alun-alun pada malam satu Suro, sebuah keramaian khas di kota Ponorogo. Tradisi “lek-lekan”  ini memberikan begitu banyak keceriaan bagi masyarakat Ponorogo, dan sayang kalau kenangan ini tidak dibagi, meskipun setiap kota mempunyai budaya yang berbeda dalam mengungkapkannya, tapi setidaknya kebahagiaan menjadi keinginan yang sama dalam setiap kehidupan masyarakat dan budayanya. Salam Kratonpedia.

6.jpg   "Sayang anak, sayang anak..... " gaya jualan ala pasar malam.

13.jpg   Parade drum band siswa sekolah membuka kirab budaya Grebeg Suro Ponorogo. 

14.jpg   Siswi sekolah menengah atas peserta kirab dengan ekspresi kelelahan di siang hari yang panas.

15.jpg   Sore menjelang malam satu Suro keramaian alun-alun Ponorogo mulai terasa. 

12.jpg   Pertunjukan reyog berlangsung hingga malam hari. 

8.jpg   Lima ribu rupiah sudah bisa menikmati kegembiraan di arena pasar malam.

10.jpg   Meskipun membuat pusing, tapi tetap banyak diminati. 

 17.jpg  Kapal ayun adalah salah satu wahana unik di arena pasar malam. 

9.jpg   Tong stand atau tong setan menjadi ciri khas kemeriahan pasar malam.

18.jpg   Permainan moderen sudah mewarnai arena pasar malam di masa sekarang. 

22.jpg   Hafid dan ikan hiasnya saat didatangi pembeli.

23.jpg   Penthol goreng pak Gombloh. 

19.jpg   Begadang sambil menyantap nasi pecel dan ikan goreng. 

21.jpg   Delapan ratus tusuk sate ayam pak Tunggak habis menjelang pagi. 

20.jpg   Sate ayam pikulan menjadi santapan nikmat di sepanjang trotoar sekitar alun-alun Ponorogo. 

(teks dan foto : Wd Asmara/Kratonpedia)

 


Pin It
Maps
Photos
Recent Articles
Videos